Jumat, 03 Juni 2005

Kontes 'Ratu-Ratuan' di Mata Hj. Irena Handono

Keikutsertaan Indonesia dalam ajang Miss Universe masih menimbulkan pro dan kontra. Namun, ternyata untuk pertama kalinya, Indonesia akhirnya ikut dalam ajang pemilihan ratu sejagad itu dan untuk pertama kalinya, kita melihat seorang Muslimah Indonesia tampil di muka umum dengan menggunakan pakaian renang! Jadilah Artika Sari Dewi, wakil Indonesia di ajang itu dijuluki 'Miss Kontroversi'. Irena Handono, mantan biarawati, yang kini menjadi ustadzah terkenal dengan tegas mengatakan, ajang tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap martabat perempuan. Bagaimana pandangan-pandangannya tentang hal itu? Berikut petikan wawancara dengan Ustadzah Hj. Irena Handono, yang ditemui saat aksi massa menentang eksploitasi perempuan di gedung MPR/DPR, Selasa (31/5).

Bagaimana ibu mencermati penyelenggaraan kontes 'ratu-ratuan' seperti Miss Universe ini, yang juga banyak diselenggarakan di Indonesia?

Yang dilakukan ini bukan suatu modernisasi, tapi kembali ke belakang ke zaman jahiliah. Zaman jahiliah itu masyarakat tidak menggunakan pemikiran atau kebijakan, tapi yang digunakan adalah standar tubuh, fisik. Persis seperti yang dilakukan di Miss Universe kemarin. Kita lihat saja, apakah orang cantik itu mampu membuat bangsa menjadi sejahtera? Konkritnya, ketika ada orang sakit misalnya, apakah orang sakit itu tersembuhkan karena wajah cantik atau karena dokter? Kalau kita bicara secara medis ini ya. Begitu juga dengan menata suatu negara, apakah suatu negara itu akan adil makmur, dipimpin oleh menteri-menteri yang cantik ataukah menteri- menteri yang tepat pada bidangnya. Jadi ukuran kecantikan sekarang ini adalah ukuran jaman dulu. Ini adalah, maaf, kalau saya anggap sebagai suatu rekayasa terselubung untuk membuat bangsa ini mundur kembali, terutama kaum perempuannya. Mengapa yang dibidik kaum perempuan, tuntunan agama Islam mengatakan, baik buruk perempuan adalah baik buruk negara itu sendiri.

Alasan keikutsertaan Indonesia dalam kontes ratu sejagad itu, katanya untuk meningkatkan citra bangsa di mata dunia dan pariwisata Indonesia, komentar ibu?

Kita lihat dulu siapa yang ngomong, ilmuwankah atau pebisnis. Kalau ilmuwan, maka dia akan mencari alasan keilmuwan, tapi kalau yang bicara adalah kelompok bisnis maka orientasinya adalah market, bagaimana agar barangnya laku. Jadi bukan untuk kepentingan negara, bukan untuk memajukan harkat perempuan. Tidak. Tapi kepentingannya adalah mengeksploitasi untuk kepentingan bisnisnya itu. Saya mengatakan seperti ini, kita lihat saja sejarahnya, tahun 1952 saat itu di California pertama kalinya diadakan kontes-kontes seperti ini. Pada waktu itu ada sebuah perusahaan pakaian ingin memperkenalkan mode baru, bikini. Tapi ketika bikini itu dibuat, masyarakat menganggap negatif pakaian bikini itu. Bagaimana untuk memasyarakat itu, maka caranya adalah dengan mengadakan kontes, kontes bikini. Ternyata setelah dikonteskan, laris bikininya. Nah, itu berkelanjutan sampai hari ini.

Bagaimana melakukan pendekatan pada masyarakat agar menyadari bahwa kontes ratu-ratuan seperti ini tidak sesuai dengan aqidah Islam?

Allah berfirman bahwa yang paling mulia di sisi Allah itu adalah orang yang bertaqwa, bukan orang cantik, bukan seperti ukuran para juri dalam kontes- kontes semacam itu, dada diukur, pinggul diukur, bukan itu.

Apakah perlu dikeluarkan aturan tegas yang menyatakan, bahwa Indonesia tidak boleh mengirim perwakilan dalam kontes semacam Miss Universe itu?

Pemerintah bersikap lunak, itu yang kita sayangkan. Padahal MUI sudah mengeluarkan fatwanya, kalau saya tidak salah dan aturan pemerintah tentang itu juga masih ada, belum dicabut. Keputusan pemerintah nomor 237/U/84 pasal 4 dan 6, saat itu masih zaman presiden Soeharto. Beliau melarang, perempuan Indonesia mengikuti kontes-kontes kecantikan sejagad dan aturan ini belum dicabut sampai sekarang. Kami tetap memperjuangkan persoalan ini, bahwa kita menolak kontes-kontes seperti itu karena menghinakan martabat perempuan.(ln/nov)
http://www.dudung.net/artikel-islami/kontes-ratu-ratuan-di-mata-hj-irena-handono.html