Jumat, 24 Juli 2009

Pahami Dunia Awal Muallaf




Jumat, 24 Juli 2009 pukul 01:37:00
Hj Irena Handono: Pahami Dunia Awal Muallaf

WAWANCARA


Setelah menjadi muallaf beberapa tahun lalu, Hj Irena Handono, semakin aktif dalam bidang dakwah. Tak hanya itu, dia pun tergerak untuk mencurahkan perhatiannya pada pembinaan muallaf.

Hj Irena pun paham betul seluk beluk dalam pembinaan agar hasilnya lebih efektif. Menurutnya, agar pembinaan dapat berjalan dengan baik, para pembina terlebih dulu harus mengenali dengan baik masa lalu atau dunia awal para muallaf.

''Yang paling dibutuhkan untuk pembinaan dan pembelajaran bagi muallaf, kita harus ingat karena berasal dari rumpun yang berbeda, minimal para pembina harus faham tentang dunia mereka yang lama,'' tandas pimpinan Irena Handono Center ini.

Kepada Damanhuri Zuhri dari Republika belum lama ini, Hj Irena memaparkan secara panjang lebar seputar upaya pembinaan muallaf, kondisinya kini, kendala dan bagaimana seharusnya umat memberikan kepedulian. Berikut petikan wawancaranya:


Bisa dijelaskan, langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam rangka membina para muallaf?
Ketika kita berhadapan dengan persoalan muallaf dan kemudian menukik kepada pembinaan muallaf, kita harus faham dulu siapa yang dimaksudkan muallaf ini. Setelah kita faham barulah kita akan mampu melaksanakan suatu pembinaan.
Muallaf adalah mereka yang baru masuk Islam. Dalam arti kata mereka ini orang yang masih mempelajari Islam. Intisarinya, para muallaf berasal dari akidah yang berbeda dengan Islam. Sehingga ketika dia menyatakan diri menjadi Islam dengan ditandai mengucapkan dua kalimat syahadat, itulah awal hidupnya sebagai Islam.
Masalahnya, meniti hidup secara Islami ini yang bagaimana. Karena dia berangkat dari akidah yang bukan Islam, yang berbeda dengan Islam, sementara innaddina indallahil islam, agama yang mendapatkan ridha Allah hanya Islam, maka di sinilah belajar itu diperlukan.

Bagaimana metode balajarnya?
Macam-macam bentuknya. Tetapi yang penting, yang paling dibutuhkan untuk pembinaan atau pembelajaran bagi muallaf, kita harus ingat karena berasal dari rumpun yang berbeda, minimal para pembina ini harus faham tentang dunia mereka yang lama.
Bagi saya ini suatu kemutlakan karena kalau kita tidak mengenal atau tidak mengetahui bagaimana dunia mereka yang lama, maka kita menjadi tidak memahami atau memperlakukan dia sama dengan memperlakukan diri kita sendiri yang memang terlahir sebagai Islam.
Maka akan banyak muncul suatu benturan kecil atau besar yang sering kali karena si muallaf nantinya merasa, ''Saya kok nggak difahami?'' ''Kenapa kok begini?'' ''Kenapa kok begitu?''. Nah ini modal pembinaan, harus mengetahui, harus faham dunia awal si muallaf itu sendiri.

Materi apa yang paling dibutuhkan seorang muallaf?
Kembali lagi, kalau kita berbicara tentang sebuah agama, semua penganut agama di dunia ini menyatakan dirinya sebagai agamanya sebagai agama yang mutlak dan benar-benar dan benar. Kita berbicara dengan orang Kristen. Orang Kristen pun menyatakan seperti itu, juga orang Hindu, Budha dan lainnya.
Artinya, ketika seorang muallaf sudah menetapkan diri dengan keyakinan bahwa Islam agama yang haq, maka dia dibimbing untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Jadi, berarti proses, dan proses ini perlu diperkuat terus. Dikaji sampai benar-benar melekat dan menjadi penghayatan hidupnya.
Misalnya kita kembali pada zaman Rasulullah SAW, jujur saja semua sahabat itu muallaf. Benar nggak? Tapi permasalahannya bagaimana para sahabat Rasulullah SAW mempunyai keimanan yang demikian tegak, tak tergoyahkan seperti sahabat Bilal bin Rabah.
Nah, apa yang Rasulullah SAW tanamkan kepada Bilal dan juga para sahabat? Jawabannya adalah penanaman akidah tauhid. Tauhid itu kalau sudah tertancap luar biasa nggak bisa digoyang apapun.

Dari pengalaman selama ini, bagaimana pembinaan kepada mereka, apakah sudah yang seperti diharapkan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW kepada Bilal dan sahabat?
Saya berbicara dalam kaitan optimalisasi. Sesuai dengan tuntutan agama bahwa ayat Allah dan hadis menyatakan bahwa kita harus selalu berevolusi dari hari ke hari. Jadikanlah hari ini lebih baik dari pada kemarin. Kalau saat ini bagaimana pembinaan muallaf, saya yakin bahwa apa yang sudah dilakukan oleh para pembina, tentu itu yang terbaik.
(-)
Index Koran
http://www.republika.co.id/koran/0/64434/Hj_Irena_Handono_Pahami_Dunia_Awal_Muallaf

Rabu, 15 Juli 2009

Pengakuan Imam Safari Dalam Bentuk VCD



(voa-islam.com) - Selasa, 14 Jul 2009
Sekilas sebagai gambaran kepada pembaca voa-islam.com, sosok yang mengaku sebagai Imam Safari ini menyatakan dirinya berasal dari Betawi, berlatar belakang Nahdhatul Ulama (NU), berbicara dengan logat betawi, dan mengenakan sarung dan baju koko pada jumpa pers.Imam mengatakan, di kalangan Kristen ia dikenal sebagai aktivis lintas agama, sehingga ia sangat dekat dengan pimpinan Partai Damai Sejahtera (PDS) Ruyandi Hutasoit Bahkan, ia mengaku pernah menjadi jurkam untuk PDS.

Dalam kesempatan keterangan pers, dan dalam pengakuan yang direkam dalam VCD ini, Imam Safari tak menunjukkan bukti-bukti kongkret, seperti foto, rekaman video dan sebagainya, dengan alasan pertemuannya dengan Irena di Singapura adalah by accident alias tidak sengaja.

Sebelumnya, Diki Candra (Sekjen Arimatea) membawa seorang yang diperkenalkan dan mengaku sebagai Imam Safari, di hadapan pers. Kenapa kami sebut “mengaku sebagai Imam Safari”, karena dalam jumpa pers tersebut, orang yang mengaku bernama Imam Safari tidak menunjukkan identitas dirinya, dengan alasan identitas diri Imam Safari sudah ada di Arimatea dan sudah diperlihatkan di hadapan Habib Rizieq Syihab.

Berikut ini pengakuan Imam Safari, orang yang mengaku melihat Ustadzah Irena Handono di sebuah gereja di Singapura pada 2008 (seperti tertera dalam surat pernyataanya).VCD rekaman pengakuan ini (tanpa diperlihatkan gambar Imam Safari, hanya suara saja) direkam di suatu tempat, dan disaksikan beberapa orang yang terlihat dalam VCD tersebut.

Redaksi voa-islam.com mentranskip pernyataan ini dengan sedikit perubahan susunan kata-kata agar lebih mudah dimengerti pembaca, tanpa merubah substansi dari isi pernyataan Imam Safari.
Berikut transkip pernyataanya:
“Saya waktu itu belum saling mengenal dengan beliau (Irena Handono, red). Kita punya misi sendiri. Namun saat itu, kehebohan yang melanda umat Islam, sudah terperdaya, tertipu, terutama kaum perempuan (dengan keberadaan Irena Handono, red). Sampai akhirnya terjadilah pertemuan yang tak terduga di Singapura. Saya bikin paspor di sana, di Kepulauan Riau, KTP pun di sana, sehingga kalau saya nyebrang dari Batam, kan saya nggak kena fiskal. Saya diundang, kebetulan saya masuk sudah lama di jajaran fungsionaris Kristen, khususnya di Partai Damai Sejahtera, pimpinan Pak Ruyandi Hutasoit. Saya sangat dekat dengan dia. Sampai saya kenal dengan pemimpin-pemimpin (Kristen, red) seperti Nathan Setiabudi, Paul Wijaya dan sebagainya.

Bahkan saya pernah diundang KKR di Jember dan di Probolinggo, yaitu pengobatan massal ala dia (Kristen), namun orang Islam boleh berobat. Ketika baik (sembuh, red), mereka diwawancarai. Tapi wawancaranya itu tidak di-on, tapi di-off. Mereka disetting di atas panggung, sebut nama Tuhan, haleluya. Nanti rekaman mereka ini perjualbelikan di kalangan Nasrani. Sehingga mereka pada bilang, oh banyak umat Islam yang sudah menyebut nama Yesus.

Waktu di Singapura itu saya diundang oleh namanya Mr X (ada kesepakatan antara Pers dengan Imam untuk tidak menyebut nama pendeta yang mengundangnya ke Singapura). Beliau adalah seorang donatur kuat yang membidangi segala yang ada di Indonesia, terutama Pondok Kasih yang ada di Surabaya. Kebetulan oleh yang punya Pondok Kasih ini, saya dianggap anak mereka. Saya masuk lingkungan gereja itu leluasa, saya masuk gereja Bethani, saya masuk gereja yang orang khusus aja yang bisa masuk. Saya juga masuk gereja Gospel yaitu gereja yang khusus pertemuan pengusaha-pengusaha yang menghimpun dana. Mereka menganggap saya Islam yang ke-kristen-kristenan. Saya pelajari Injil, saya pelajari Injil bahasa Arab, saya pelajari Injil bahasa Syiria, milik Maroko dan sebagainya. Ini menjadi senjata saya, untuk sehingga mereka tidak mengetahui keberadaan saya ini apa.

Namun pertemuan yang rupanya Allah ridhai di Singapura itu saya tidak duga. Saya diundang oleh oleh Mr X, saya dijemput, kemudian dibawa ke rumah Ibu Ningsih, ibu Ningsih ini orang Balikpapan yang punya suami orang Singapura. Hari Jumat saya masuk di Singapura, kemudian dipertemukan dengan pendeta-pendeta. Kemudian saya diajak oleh mereka ke suatu tempat. Saya bawa Injil. Di Singapura itu gerejanya berbentuk ruko, tidak seperti di kita. Sehingga saya kira, oh ini bukan gereja, tapi di dalam tetap ada salibnya. Kemudian saya tanya, ini apa mister? Dia jawab ini tempat perjamuan kudus. Oh, berarti ini gereja, kan!.

Begitu saya masuk, ada perempuan besar tinggi dengan pakaian ala biarawati. Begitu ada satu orang yang nyamperin perempuan ini dicolek, lalu nggak disengaja nengoknya ke kita (Imam Safari, red). (Di rekaman VCD pengakuan ini, Diki Candra menyela, kalimat besar tinggi itu jangan sampai imejnya seolah-oleh lebih tinggi. Bilang saja seorang perempuan). Begitu dia nengok, saya kaget, lho ini Irena, oh ini Irena. Karena wajahnya langsung. Karena mata saya masih bagus. (Menurut pengakuan Imam Safari, ia pernah menyampaikan kesaksian ini di hadapan Habib Rizieq Syihab, pimpinan Front Pembela Islam. Dalam pertemuan itu, Habib Rizieq mengajukan berbagai pertanyaan yang intinya, apakah ketika itu Imam dalam keadaan sadar, tidak terganggu penglihatannya, dan sebagainya. Bahkan Habib Rizieq minta Imam Safari mempertimbangkan pernyataan ini, mengingat isu ini sangat sensitif di hadapan umat, red).

Segala macam pertanyaan Habib Rizieq, saya bilang tidak bib, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, dengan keyakinan saya karena Allah. Dan nggak mungkin saya bicara begini (memberikan pernyataan, red) untuk mencari sensasi, capek. Capek dan nggak menghasilkan apa-apa. Saya bilang ke Mr X, siapa itu? Dia bilang itu Ibu Irena. Saya kaget, kok di Singapura dia menggunakan nama Irena. Mungkin anggapan mereka, hanya segelintir orang di Singapura yang tahu soal Irena di Indonesia.

Saya tanya, “Mister, bukannya dia seorang Muslimah?” Kemudian saya ditarik. Artinya saya ditarik sama beliau menjauh, itu sudahlah tidak usah ada pembicaraan, ini di gereja. Ya sudah kita ikut ibadah, nyanyi-nyanyi. Kemudian ceramah, khutbah (Irena Handono, red). Hanya disayangkan saya tidak punya rekaman. Karena apa? karena di Singapura tidak boleh bawa ini (rekaman, red). Jangankan itu, handphone aja harus dititipkan. Ini kan juga tidak terduga, karena kita tidak tahu akan ketemu dia.

Itu terjadi 2008. Saya masuk (Singapura) 28 Februari, keluar tanggal 1 Maret, sekitar tiga hari di sana. Cuma, jangan salah persepsi, oh saya melihat ibu Irena tahun 2007. Ini saya hanya mengaburkan dulu, saya hanya ingin membikin jebakan saja. Kenapa? Orang macam begini (Irena, red) alibinya sangat kuat. Di Singapura, siapapun yang bersalah akan dilindungi, lain di negara kita. Setelah itu saya telepon beliau (Diki Candra, red). Kemudian saya berangkat ke Jakarta, dan bertemu (Diki Candra, red)

Sebelumnya saya belum ngomong soal Irena, tapi beliau (Diki) sedikit mengupas. Dia (Diki) bilang, “iya nih kita lagi mengupas tentang Irena nih.” Kemudian saya buka, dan saya tandatangani di atas materai 6000. Kemudian Habib Rizieq bilang, cabut (pernyataan itu, red). Saya bilang buat apa saya cabut. Saya itu demi Allah, demi Rasulullah, saya siap masuk penjara. Yang terpenting akidah umat Islam terbuka, mengetahui siapa dia (Irena Handono, red). Ini yang terjadi.

Satu contoh, Luthfia Sungkar pernah ceramah di Merak (Banten). Dia (Luthfia) berkata di depan jamaah ibu-ibu, “Ibu-ibu ini sekarang banyak yang ikut-ikutan, ketika ada biarawati jadi ustadzah-ustadzah hebat, ibu-ibu manggil, akhirnya ustadzah yang dari kecil ditinggalin.” Emang hebatnya dimana sih? Kalau ada mualaf masuk Islam tidak diekspos. Tapi ada biarawati masuk, tiba-tiba ngasih ceramah, dieskspos. (Kalau) Saya tidak begitu, saya telusuri dulu, sejauh mana kebenaran dia masuk Islam.

Intinya, saya bertemu di Singapura. Saya beri pernyataan, ustadz tolong jangan diekspose dulu atau dibocorkan, karena investigasi masih berjalan. Nah, ketika beliau (Diki Candra, red) di Australia, saya mulai mendapat teror. Entah dari mana ada yang dapat nomor XL saya. Beliau (Diki Candra) kan tahunya nomor XL saya. Sampai tiap malam teror itu datang dengan bahasa yang macam-macam, sampai akhirnya kartu saya diblokir, hangus.

Saya juga mengkhawatirkan kebocoran ini, karena penyusupan saya akan selesai. Padahal masih ada satu arsip lagi yang saya harus dapatkan untuk saya serahkan ke Ustadz Diki. Ini saya juga minta sama kawan-kawan yang dengar cerita saya apa adanya, mau disumpah muhabalah (Imam menyebut mubahalah dengan muhabalah, red), sumpah dengan bahasa apa kek, mau sumpah pocong kek, sumpah kijang, saya akan laksanain. Namun, kata Habib Rizieq, nanti dulu melakukan sumpah muhabalahnya.

Tetapi kemudian ada keterangan bahwa mereka ingin ishlah. Baik, kata Habib Rizieq, kalau saya jadi Irena, arimatea minta maaf kepada saya, dan saya minta cabut pernyataan Imam. Apakah Imam mau? Saya katakan, saya tidak mau. Kenapa? Karena mata saya melihat dia hadir di Singapura. Buat apa saya mencabut kalau akhirnya umat Islam terperdaya sekian lama. Bukan berarti saya berani-beranian, tidak. Boleh Habib Rizieq mempunyai laskar FPI yang begitu berani, namun toh akhirnya ketuanya masuk penjara. (tertawa).

Ini yang saya lakukan. Memang ada sedikit kekhawatiran dengan peristiwa bocornya ini. Kenapa? Saya khawatir petinggi-petinggi dewan gereja yang sudah sangat saya akrabi, mengetahui. Bahkan saya punya kaset dimana saya bicara, saya khutbah di gereja.
Saya hadir di tempat-tempat natal. Saya hanya ingin membongkar. Apa yang ustadz Diki bongkar dalam kajian-kajian tentang salibis, itu juga saya lakukan. Mungkin ke profesionalan Ustadz Diki luar biasa, kalau saya tidak profesional. Karena saya bergerak menurut hati nurani, menurut keinginan kita membongkar ini semua keadaan.

Saya harus mendapatkan arsip ini. Ketika saya masuk, saya menginap di kantor DPP Partai Damai Sejahtera, saya mendapatkan di ruangnya Ruyandi Hutasoit, saya mendapatkan 10 butir rahasia intelijen-intelijen mereka, bahkan Ruyandi Hutasoit pernah bicara di NTT, Kupang, tepatnya di daerah Manggarai, di hadapan-hadapan biarawati yang sudah lulus. Dia bicara begini, ”jadilah kalian biarawati-biarawati yang lebih terkenal dari biarawati yang sudah terkenal di Indonesia.” Ini acara Oikumene, Ruyandi kan Protestan. Mereka berkumpul. Kemudian saya nalar, siapa yang dimaksud Ruyandi Hutasoit saat itu? Siapa lagi kalau biarawati yang saat ini terkenal di Indonesia.

10 butir-butir yang menjadi misi rahasia mereka, disitu ada bahasa mendirikan media-media center, bagi orang-orang yang sudah dilepas oleh pihak Kristen untuk masuk ke dalam Islam, lalu mereka mendirikan media, seperti Irena kan mendirikan Irena Center. Dengan maksud menghantam perempuan, karena kalangan perempuan kan lemah sekali. Irena Center ini mendoktrin perempuan-perempuan muda kaum Muslimin dengan agama-agama tersebut. Di situ memang tidak disebutkan agama Islam. Jadi doktrin mereka begitu.

Bahkan ada satu kawan yang memiliki bukti yang valid, yang akan saya beberkan. Namun saat ini belum, kita masih terus mengikuti, jangan sampai kita terpancing, jangan sampai bocor.

Jadi ketetapan saya menulis pernyataan di materai 6000 tidak akan saya cabut.” (art/voa-islam.com).
http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/07/14/283/pengakuan-imam-safari-dalam-bentuk-vcd/

Mubahalah Irena dgn Diki























Ep.7 : PENGUCAPAN TEKS MUBAHALAH

Jumat, 10 Juli 2009

Ishlah Gagal, Irena dan Diki Candra Akhirnya Mubahalah



Kamis, 09 Jul 2009
Bandung--Ribuan jama'ah dan ulama yang hadir di masjid Al Fajr, Jalan Cijagra Bandung menjadi saksi mubahalah Irena Handono dan Diki Candra. Upaya ini ditempuh setelah keduanya tidak mencapai titik temu setelah beberapa kali diupayakan jalan ishlah.

Menjelang sholat dhuhur akhirnya kedua pihak membacakan teks mubahalah yang telah disiapkan FUUI selaku pihak yang memfasilitasi. Diki Candra didampingi istrinya membacakan teks tersebut terlebih dahulu, sementara Irena Handono yang didampingi suami, anak, dan cucunya mendapat giliran selanjutnya.

Sebelumnya Diki Candra meminta kepada KH. Athian Ali dari FUUI selaku fasilitator untuk sedikit meralat isi teksnya.

Inti dari mubahalah ini adalah Diki dan keluarganya, begitupun Irena siap menerima laknat Allah jika berdusta. Irena sendiri tidak mengakui atas fitnah yang di lancarkan Diki, sedang Diki membenarkan dan meyakini apa di laporkan Imam Safari, saksi kunci kasus ini.

Seperti telah diketahui, kasus ini bermula saat orang yang bernama Imam Safari melaporkan kepada Arimatea bahwa pertengahan Setember 2008 lalu dia dikabarkan melihat Irena Handono di sebuah gereja di Singapura berpakaian biarawati dan berkalung salib saat keluar dari gereja. Masalah pun terus berkembang dan tak terselesaiakan hingga saat ini.

Sebelum keduanya membacakan teks mubahalah, KH.Athian Ali membacakan kronologis kejadian dan latar belakang peristiwa ini digelar.

Di akhir pembacaan KH. Athian meminta orang yang bernama Imam Safari untuk maju ke depan. Anehnya, setelah ditunggu dan dipanggil berulang kali, Imam Safari tak muncul juga. Imam Safari sendiri seharusnya merupakan saksi kunci atas kasus ini dan yang harus mempertanggungkan kesaksiannya.

Padahal, seperti pada laporannya kepada pihak Arimatea, Imam Safari mengaku bersedia datang dan mempertanggungjawabakan kepada pihak manapun atas kebenaran laporannya tersebut.

Walaupun Imam Safari tak hadir namun tak mengurungkan niat Irena untuk ber-mubahalah. Dan Diki Candra siap ber-mubahalah. Acara sendiri diakhiri dengan takbir sebanyak 3 kali. Atas peristiwa ini Irena mengaku lega.

"Sekarang saya sudah lega," kata Irena sebelum pamitan. Sementara Diki Candra langsung pulang ke Jakarta.

Sementara saat jumpa pers KH. Athian belum yakin sepenuhnya apakah sosok Imam Safari ini nyata atau fiktif. Walau sebelumnya sosok Imam Safari ini pernah dipertemukan dengan KH. Athian dan pihak FUUI. Namun dalam pertemuan tersebut Imam Safari menyatakan tidak akan datang dalam mubahalah hari ini. Hadir pula Ketua MUI KH.Cholil Ridwan sebagai saksi dari pihak MUI. (dakta)

http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/07/09/195/ishlah-gagalirena-dan-diki-candra-akhirnya-mubahalah/

Selasa, 07 Juli 2009

Konferensi Pers - KAFALA KOMUNIKA

Para Ulama & Tokoh yg hadir (dari kiri) Ust.Kemal Feisal Ferik - Komunitas Cinta Ilahi, Ust.Tengku Dzulkarnain-Imam Masjid Al-Hakim Menteng, KH.Sulaiman Zachawerus-Garda Umat Islam, Muhammad Ichsan,SH - Pengacara, Tengku Mansur Amin - Suami Hj.Irena H, Hj.Irena Handono, Hj.Nurdiyati Akma-Ketua Muslimah Peduli Umat, KH.Cholil Ridwan-Ketua MUI, Muhammad Dive-Indonesia Commercial Jockey


Hj. Irena dalam Konferensi Pers menjelaskan Mubahalah sebagai salah satu perangkat dalam syariat Islam.


Ketua Tim Advokasi Hj.Irena Handono, Muhammad Ichsan, SH


Beberapa tokoh hadir di acara konferensi pers oleh pihak Irena Handono untuk memberikan kesaksian tentang pribadi Irena yang tidak mungkin seperti yang dituduhkan oleh isu tersebut. Di antara mereka Ningrum Maurice dari Daarut Tauhid.

KAFALA KOMUNIKA memfasilitasi Konferensi Pers ”Mengenal Mubahallah sebagai Perangkat Sumpah Tertingi Dalam Islam" dengan Ibu Eka Shanty sebagai Penyelenggara & Moderator acara.


”Mengenal Mubahalah sebagai Perangkat Sumpah Tertinggi Dalam Islam"

Menyikapi maraknya pemberitaan di dunia maya yang menjurus kepada fitnah yang menimpa sejumlah public figure terutama tokoh agama, sejumlah ulama dan tokoh muslim di Indonesia berkenan menyampaikan sikap demi menenangkan keresahan ummat muslim di Indonesia yang saat ini, sebagiannya juga turut terjebak polemik di berbagai millis dan blog internet, khususnya terkait tuduhan terhadap Ustadzah Irena Handono yang dituduh terlihat memakai simbol suatu agama.

Saat ini isu-isu negatif seputar keagamaan masih sering terjadi di Indonesia. Untuk itu diperlukan sebuah mekanisme pembelajaran mengenai tata cara bersikap agar informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan tersebut tidak terus menerus bergulir, sehingga pada akhirnya berdampak pada pembunuhan karakter individu yang merugikan nama baik seseorang, keluarga dan kehidupan sosial lainnya.

Untuk itulah KAFALA KOMUNIKA memfasilitasi Konferensi Pers ”Mengenal Mubahalah sebagai Perangkat Sumpah Tertingi Dalam Islam", sebuah studi kasus atas fitnah ustadzah Irena Handono” yang telah diselenggarakan pada Rabu, 1 Juli 2009. Pk 10.00–11.30 Wib. Maroush Restaurant, Crown Plaza Hotel. Semanggi Jakarta.

(Humas IC-Sally)

HJ Irena Handono Bantah Tuduhan

Rabu, 01/07/2009, 15:15 WIB

HJ Irena Handono Bantah Tuduhan

Setelah seratus lima puluh hari diam ,Akhirnya HJ Irena Handono ,membuka suara ,karena sudah keterlaluan tuduhan yang ditijukan kepada dirinya ,soal menyimpang dari kepercayaan yang dianutnya sekarang ,Meski begitu Hj Irena Handono yang dikenal sebagai ketua umum ketua Umum Pimpinan pusat Gerakan Muslimat Indonesia merasa namanya dicemarkan

"Sebenarnya saya tidak tahu orang –orang yang ingin membunuh dengan cara memfitnah itu ,Padahal jujur saja selama ini tidak pernah berpergian ke Singapura Apalagi harus mengenakan baju keagamaan lain ,Mungkin itu hanya fitnah saja ,Tapi kenapa ditujukan kepada saya ?,Apa salah saya "kata HJ Irena ditemui di Crowne hotel Jakarta Rabu 1/7.

"Saya tidak menyangka tiba-tiba sebuah fitnah ,bahwa saya adalah penyusup .Terus terang saya tidak habis pikir dengan orang –orang tersebut ,yang ingin menjatuhkan saya didepan orang banyak "paparnya

"Bahkan ada terror dan sms yang mengatakan aku sebagai kafir kok menjadi mualaf dengan kata-kata kotor Menurutku orang yang menyebarkan fitnah via sms tidak berpendidikan Dan disetiap acara yang saya hadir ,mereka juga menyebarkan isyu tentang saya dengan tuduhan saya sudah kembali lagi menjadi seorang kafir "tutur Irena

Meski Irena Handono adalah seorang Da'iyah, disela-sela kesibukannya beliau sering menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam tulisan. Tulisan beliau pertama yang cukup mengguncang adalah ISLAM DIHUJAT (2003) buku ini menanggapi pelecehan ajaran Islam yang dilakukan oleh Robert Morey. Kemudian buku yang kedua yang tak kalah mengguncang adalah MENYINGKAP FITNAH & TEROR (2008). Tanpa bermaksud mempromosikan kedua buku tersebut (terlebih buku pertama sudah tidak dicetak kembali), penting kiranya diamati apa yang beliau tulis, mengapa beliau menulisnya.

Tapi sayangnya yang dikemudian hari bukan dukungan ataupun gayung bersambut, untuk cita-cita HJ Irena ini Namun yang di dapatkan malah sebuah tuduhan sebagai 'penyusup', tuduhan sebagai orang yang beraqidah bukan Islam. Sms berisikan fitnah tersebut menyebar luas dan bahkan dimuat secara fulgar dalam sebuah blog di internet. Efek yang beliau hindari justru terjadi. Keresahan umat dalam skala luas dan berdampak pada pecahnya ukhuwah umat Islam.

"Namun fitnah tersebut ,HJ Irena mau tidak mau harus mengambil langkah tegas dengan mengajak para pembuat dan penyebar fitnah ini untuk ber MUBAHALAH. Inilah bentuk penjagaan dan , rasa sayang sebagai seorang Ibu,dengan kepedulian yang ikhlas karena Allah SWT semata, yang begitu dalam atas keutuhan umat Islam Indonesia. ingin mengakhiri semua fitnah terhadap umat Islam dan menjawabnya seperti yangditulis dalam ISLAM DIHUJAT, dan ingin mengakhiri semua fitnah terhadap umat Islam dengan menunjukkan pada umat bagaimana fakta sejarah berbicara dan kepada siapa umat harus waspada yang ditulisnya dalam MENYINGKAP FITNAH & TEROR.

Teror tersebut dilakukan pada 13 September 2008 lewat sms dengan kata -kata caci maki yang mengatai dengan kata kata kotor dan saya dikatakan sudah kembali menjadi kafir tapi memabawa agama Tapi ketika saya berada di Manado semua masyarakat disana menganggap saya seoarng ibunya ,mereka terkejut dan mendapat tamparan keras ketika ibunya difitnah dan dicaci maki dengan kata –kata kotor yang tidak berpendidikan dan tidak bertanggung jawab "tukasnya "Saya tetap tenang menghadapi cobaan ini ,walau saya seorang mualaf ,tapi ada jalur hokum yang menanganinya ,Maka hal ini saya juga sudah laporkan ke Mabes polri dan saya tunjuk sebagai kuasa hukum Mohamad Iksan tentang penyebaran yang katanya sudah dilaporkan sejak 7 Mei 2009 lalu dengan bukti yang cukup kuat "pungkasnya ( Mun )

http://www.citraku.com/news.php?id=7518&topik=10&idsub=75

Mubahalah Irena Handono vs Diki Candra


Mubahalah Irena Handono vs Diki Candra

Mubahalah antara Irena Handono dengan Diki Candra difasilitasi oleh Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) yang diketuai KH Athian Ali M Da’i dan disaksikan ratusan umat Islam yang hadir di Masjid Al-Fajri, Cijagra, Bandung.


Ahad, 4 Juli 2009. Ratusan umat Islam dari berbagai wilayah di Bandung, Jawa Barat, tumpah ruah memadati Masjid Al-Fajri, Cijagra. Sejak pagi hari, masjid yang juga markas Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) itu sudah sesak oleh jamaah yang ingin menyaksikan proses mubahalah antara Ustadzah Irena Handono dengan Diki Candra.

Irena Handono adalah mantan biarawati yang sudah menjadi muallaf dan kini memimpin lembaga Irena Center serta aktif sebagai pendakwah. Irena bersyahadat di Masjid Al-Falah Subaraya, di hadapan Ketua MUI Jawa Timur almarhum KH Misbach pada tahun 1983. Sedangkan Diki Candra adalah aktivis Forum ARIMATEA (Advokasi, Rehabilitasi, Imunisasi, Aqidah, Terpadu, Efektif, dan Aktual), sebuah lembaga anti pemurtadan yang namanya kian mencorong belakangan ini.

Kasus mubahalah ini bermula dari pernyataan seorang bernama Imam Safari yang mengaku melihat Irena Handono berpakaian biarawati dan berkalung salib di sebuah gereja di Singapura pada tahun 2007. Pengakuan Imam Safari ini ditulis dalam sebuah surat pernyataan tertanggal 13 September 2008 di atas materai 6000, dengan saksi-saksi: Diki Candra, Nasrul Soeoed, Djoko Hardjanto, Khairul Ghazi, Dzulkifli Nur, dan Jeffry.

Dalam surat pernyataan tersebut, alamat Imam Safari dan gereja yang dimaksud sengaja ditutup/diblok sehingga tak terlihat. Begitu juga dengan keterangan waktu kapan Imam Safari melihat Irena Handono juga tak disebutkan dalam surat pernyataan tersebut.”Ini yang membuat kami bertanya-tanya. Kenapa ditutup-tutupi. Kenapa sampai saat ini tidak disebutkan di gereja mana, kapan, dia melihat ibu Irena,” ujar Sally Setianingsih, aktivis Irena Center.

Setelah surat pernyataan itu dibuat, pada tanggal 21 Februari 2009, Diki Candra memposting satu artikel berjudul “Laporan Hasil Investigasi terhadap Hj. Irena Handono” yang dimuat di website http://forum-arimatea.blogspot.com dan ditandatangani oleh Ketua Umum Forum Arimatea, Habib Muhsin Ahmad Alatas Lc dan Sekjen Diki Candra.”Untuk alasan keamanan dan investigasi yang mendalam, sengaja memang sebagian surat pernyataan itu ditutup,” terang Diki Candra.

Pihak Irena menyayangkan langkah Diki Candra yang memposting laporan tersebut tanpa melakukan tabayyun (konfirmasi). Apalagi, blog tersebut dibaca secara luas oleh masyarakat.”Kenapa tidak melakukan tabayyun dulu? Dalam Islam, kalau dapat berita dari orang yang tidak jelas, harus tabayyun. Apalagi, mengutip pernyataan Habib Muhsin Ahmad Alatas di Majalah Sabili edisi 23 th XVI, Imam Safari yang mengaku melihat saya di sebuah gereja di Singapura adalah kader Islam Liberal dari kalangan NU yang sering bersama Ketua Umum PDS Ruyandi Hutasoit,” kata Irena Handono.

Irena yang kini aktif memberikan berbagai ceramah tentang kristologi dan mengkonter gerakan pemurtadan menambahkan,”berdasarkan pernyataan dari Habib Muhsin Ahmad Alatas ini maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa Imam Safari ini adalah orang fasik. Kembali kepada QS. Al-Hujurat ayat 6, di sini dijelaskan bahwa bila orang fasik membawa suatu berita, maka harus diperiksa dengan teliti si pembawa berita ini,” terang Irena dalam rilis tertulis yang dibagikan kepada pers.

Irena menegaskan, jika Diki mengerti tentang perintah Allah terkait dengan sebuah kesaksian, seharusnya Imam Safari yang mengaku telah melihat dirinya di sebuah gereja di Singapura, dituntut untuk mengajukan tiga orang saksi lainnya yang melihat bersama-sama dan pada waktu bersamaan terkait tuduhan tersebut.”Saya heran dengan sikap Diki. Apalah saya ini yang cuma seorang nenek tua, dituduh sedemikian rupa,” ujar Irena lirih, dalam konferensi Pers di Crowne Plaza, Rabu (1/7).

Menanggapi pernyataan Irena, Diki Candra dalam rilis yang disebarkan kepada media massa mengatakan,”jika Irena cs menyatakan seharusnya ARIMATEA tabayyun langsung ke Irena Handono, maka dalam menghadapi laporan sejenis ini ARIMATEA sudah dan akan melakukan cara tabayyun yang sebenarnya, yaitu menggali dulu informasi, kemudian datang ke Irena Handono untuk meminta klarifikasi atas pengaduan dan data-data yang telah ARIMATEA temukan,” ungkapnya.

Terkait soal berita di blog ARIMATEA, Diki berkilah,”tidak terpikir oleh Sekjen ARIMATEA bahwa blog tersebut akan dibuka oleh semua pihak, selain oleh teman-teman ARIMATEA daerah. Jadi tidak benar tujuan blog tersebut dengan tujuan yang direncanakan untuk mendiskreditkan/pembunuhan karakter Irena Handono,”terang Diki dalam rilis yang dibagikan pada konferensi Pers di Rumah Makan Handayani, Matraman, Jakarta, Selasa (30/6).

Merasa apa yang disebarluaskan oleh ARIMATEA sebagai fitnah tanpa bukti-bukti yang jelas, maka pada 7 Mei 2009 dengan didampingi kuasa hukumnya, secara resmi Irena Handono melaporkan Diki Candra dkk ke Mabes Polri atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik.”Kita menempuh jalur hukum, karena fitnah yang disebarkan Diki sudah mengganggu aktivitas dakwah saya,” tegas Irena. Tiga hari setelah Irena mengajukan laporan ke Mabes Polri, artikel Hasil Investigasi terhadap Irena Handono dihapus dari blog ARIMATEA.

Selain soal pernyataan Imam Safari yang tersebar luas, dalam jumpa pers pada Selasa (30/6), Diki Candra juga mengatakan bahwa dirinya mendapat informasi bahwa Irena Handono memiliki tiga paspor dan tiga Kartu Tanda Penduduk.”Ini sedang kita investigasi terus,” kata Diki yang mengaku akan melakukan investigasi ke imigrasi dan ke gereja di Singapura pada bulan Juli ini.

Benarkah Irena memiliki tiga paspor dan tiga KTP? ”Ini fitnah. Kalau dia mengatakan Irena memiliki tiga paspor, berarti dia telah menuduh pihak imigrasi melakukan pemalsuan. Ini bisa kena kasus hukum lagi,” ujar Muhammad Ihsan, kuasa hukum Irena. “Silakan dibuktikan. Jangan belum benar infonya sudah disebar ke publik! Apa yang dia katakan selalu katanya-katanya, tidak ada faktanya,” tegas Ihsan.

Dalam jumpa pers Irena Center yang dihadiri oleh KH Sulaiman Zachawerus (Garda Umat Islam), KH A Cholil Ridwan (MUI), Nurdiati Akma (Muslimah Peduli Umat), dan tokoh Islam lainnya, Irena Handono menegaskan dirinya sangat heran dengan apa yang dituduhkan oleh Diki Candra. Apalagi, kata Irena, sebelumnya Diki juga pernah bermasalah dengan Tim FAKTA (Forum Anti Pemurtadan) yang dipimpin oleh Abu Deedat Syihabuddin.

Mubahalah pun Terjadi

KH Athian Ali M Dai bisa jadi orang yang sangat tegang ketika mubahalah antara Irena Handono vs Diki Candra terjadi. Maklum, kiai yang cukup disegani di kalangan umat Islam Bandung ini diminta oleh kedua belah pihak untuk menjadi mediator dalam proses mubahalah.”Sungguh ini sangat berat bagi saya. Selama dakwah saya, baru kali ini saya memimpin dan menyaksikan proses mubahalah. Pertanggungjawabannya di hadapan Allah sangat besar. Karena sebagai mediator, saya harus berlaku seadil-adilnya,” ujar Kiai Athian dengan nada suara bergetar.

Sebelum mubahalah berlangsung, dihadapan ratusan jamaah, Kiai Athian menjelaskan kronologis peristiwa, termasuk menelaah setiap informasi terkait kasus ini. Dari kedua belah pihak, Athian mendapatkan data-data persoalan ini. Ia juga sudah mempertemukan Irena dan Diki sebelumnya agar bisa tercapai ishlah.”Saran untuk tercapainya Ishlah sudah kita ajukan. Tapi tidak tercapai. Karena siapa yang salah dan siapa yang benar tidak bisa dibuktikan oleh manusia, maka mubahalah pun menjadi pilihan terakhir,” kata Kiai yang juga pernah menjadi mediator ishlah antara Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan Ustadz Ja’far Umar Thalib ini.”Mubahalah terjadi agar Allah menunjukan siapa orang munafik di sekeliling kita,” tegasnya.

Awalnya, Kiai Athian menyatakan bahwa mubahalah terjadi antara Irena Handono dengan Imam Safari dan Diki Candra. Namun, sampai acara mubahalah akan dilangsungkan, Imam Safari yang telah menyebarkan berita negatif tentang Irena tak juga menunjukan batang hidungnya.”Karena Imam Safari tidak datang, maka benarlah dugaan selama ini bahwa Imam Safari itu makhluk ghaib,” kata Athian.

Padahal, baik kepada Athian maupun dihadapan pers, sebelumnya Imam Safari pernah menyatakan bahwa dirinya siap bermubahalah.”Bahkan dia pernah mengatakan, kalau ada sumpah yang lebih di atas mubahalah pun dia siap,” ujar Athian yang terlihat kecewa dengan ketidakhadiran Imam Safari.

Alhasil, beberapa saat sebelum adzan Zuhur, mubahalah pun berlangsung. Jamaah yang sudah semakin sesak larut dalam ketegangan dan haru. Irena Handono duduk di hadapan hadirin dengan membawa anak-anak, suami, menantu, dan cucu.”Sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi, saya membawa keluarga saya. Termasuk cucu saya yang baru berumur satu bulan. Saya siap mengundang laknat Allah jika saya berdusta,” tegas Irena sebelum sumpah mubahalah dibacakan. Sedangkan Diki Candra yang juga duduk dihadapan hadirin, hanya membawa satu orang istrinya saja dan beberapa pengurus ARIMATEA.

Dua teks mubahalah pun dibagikan oleh Kiai Athian kepada kedua belah pihak. Diki Candra mendapat kesempatan pertama untuk membacakan. Sebelum teks mubahalah dibacakan, Diki yang dalam pernyataan persnya menyatakan siap bermubahalah terhadap ”apa yang ia ketahui” meminta waktu kepada Kiai Athian untuk mengoreksi teks tersebut. Namun, Kiai Athian tetap meminta Diki membacakan teks tersebut, tanpa koreksi.

Diki membacakan teks mubahalah dengan didahului bersumpah atas nama Allah dan memohon laknat jika dirinya berdusta. Begitupun Irena Handono yang mendapat giliran selanjutnya menyatakan hal serupa. Saat pembacaan mubahalah, suasana hening. Jamaah yang hadir nampak tegang. Usai keduanya membacakan sumpah mubahalah, pekik takbir pun menggema di masjid tersebut.

KH A Cholil Ridwan yang hadir sebagai utusan Majelis Ulama Indonesia menutup acara dengan doa yang mengharukan. Dengan mata berkaca-kaca dan suara bergetar, Kiai Cholil memanjatkan doa agar Allah SWT menunjukan kebenaran dan menjauhkan umat Islam dari orang-orang munafik. Sebelumnya, Kiai Cholil menyatakan, mubahalah adalah solusi final untuk mengungkap kebenaran.

Mubahalah berasal dari kata bahlah atau buhlah yang bermakna kutukan atau laknat. Mubahalah menurut istilah adalah dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah supaya menurunkan laknat dan membinasakan pihak yang bathil atau mendustai kebenaran. Mubahalah berlangsung antar kedua belah pihak dengan membawa keluarga masing-masing dan disaksikan oleh kaum muslimin.

Peristiwa mubahalah pernah dilakukan oleh Rasulullah saw terhadap pendeta dari Najran pada tahun ke-9 Hijriyah, seperti disebutkan dalam surah Ali-Imran ayat 61.”Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu. Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”

Di Indonesia, pada tahun 1930-an, A Hassan, tokoh Persatuan Islam (Persis) juga pernah menantang kelompok Ahmadiyah untuk bermubahalah. Namun tantangan mubahalah itu tak pernah berani dilakukan oleh Ahmadiyah sampai saat ini. Meski begitu, nabi palsu yang juga pentolan Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad pernah melakukan mubahalah yang berakibat pada tewasnya Mirza Ghulam Ahmad dalam keadaan sakit parah di tempat buang hajat.

Menyikapi kasus Irena Handono vs Diki Candra, sudah seharusnya umat Islam mengambil pelajaran, bahwa setiap tuduhan yang dilakukan terhadap siapa pun, apalagi terhadap aktivis dakwah, harus dibuktikan dengan standar syariat. Jika pembuktian manusia tidak bisa dilakukan, maka mubahalah adalah pilihan terakhir untuk menghilangkan fitnah dan menunjukkan siapa yang berdusta. Wallahu a’lam. (Arta/voa-Islam)

http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/07/07/154/mubahalah-irena-handono-vs-diki-candra/

Siapa Imam Safari?


Siapa Imam Safari?

Mengaku sebagai aktivis lintas agama. Dekat dengan kalangan Kristen, terutama pimpinan Partai Damai Sejahtera (PDS), Ruyandi Hutasoit. Berawal dari pengakuan Imam, mubahalah antara Irena vs Diki Candra pun terjadi.

Irena Handono tak habis pikir, kiprah dakwahnya selama ini membina para muallaf dan menghadang gerakan Kristenisasi, masih ternodai dengan adanya berita miring yang menyebutkan dirinya berada di sebuah gereja di Singapura. “Fitnah itu begitu menyakitkan buat saya. Banyak jamaah saya yang bertanya-tanya, apa benar berita itu?” kata Irena.

Adalah Imam Safari, pria muda berkulit legam yang kerap mengenakan sarung dan kopiah putih, yang menjadi awal sengkarut berita miring tentang Irena. Pada tahun 2007, tanpa menyebutkan hari, tanggal, dan tempat yang spesifik, Imam mengaku pernah melihat Irena Handono berada di sebuah gereja di Singpura.

Pengakuan Imam dituangkan dalam sebuah surat pernyataan tertanggal13 September 2008 yang disaksikan oleh beberapa orang saksi, diantaranya Sekjen Forum ARIMATEA, Diki Candra. Pernyataan Imam kemudian muncul diblog resmi ARIMATEA dan menyebar dari mulut ke mulut. Berita tentang Irena pun tersebar luas.

Siapakah Imam Safari? Dihadapan pers, pria yang mengaku bernama Imam Safari ini mengatakan dirinya asli dari Betawi. Ia juga mengaku mengaji dengan seorang habib terkenal di bilangan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Kegiatannya melakukan investigasi terhadap gerakan kristenisasi diakuinya terinspirasi dari Habib Idrus Jamalulail, seorang habib yang dikenal sangat vokal menyikapi kebijakan pemerintah. Sayang, ketika wartawan meminta menunjukan kartu identitas dirinya, Imam tak memperlihatkan. Hanya Diki Candra yang menjawab bahwa identitas Imam sudah ada di ARIMATEA.

Dalam melakukan aktivitasnya, Imam mengaku menggunakan dana pribadi. Kepada pers, ia mengaku bisa menyusup ke kalangan Kristen sebagai aktivis lintas agama. “Di kalangan Kristen saya tidak dikenal dengan nama Imam Safari, “ujarnya. Dalam pernyataannya, seperti dikutip Majalah Sabili edisi 23 th XVI, 4 Juni 2009, Ketua Umum ARIMATEA Habib Muhsin Ahmad Alatas mengatakan bahwa Imam adalah kader Islam Liberal dari kalangan NU yang sering ke luar masuk Singapura bersama Ruyandi Hutasoit.

Karena dikenal sebagai aktivis lintas agama, Imam mengaku dekat dengan Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Ruyandi Hutasoit. Bahkan, menurut pengakuannya, pada pemilu legislatif lalu, ia menjadi juru kampanye PDS.”Saya bahkan bisa masuk ke ruangan Pak Ruyandi Hutasoit dengan bebas,” katanya.
Pada tahun 2007, Imam mengaku mendapat undangan dari seorang tokoh Kristen untuk hadir pada sebuah acara Perjamuan Kudus di sebuah gereja di Singapura. Melalui jalur laut via Batam, ia tiba di negeri singa itu. Di luar gereja, Imam mengaku melihat Irena Handono dengan pakaian biarawati dan berkalung salib.

Di luar surat pernyataan, kepada pers Imam bahkan mengatakan bahwa dirinya melihat Irena menyampaikan khutbah di dalam gereja tersebut. “Jarak saya sangat dekat, sekitar 3-5 baris,” ujarnya sambil mengatakan bahwa ketika dirinya melihat orang yang ia sebut sebagai Irena Handono sedang berkhutbah, orang itu memalingkan muka dari pandangannya.

Di hadapan media massa, Imam juga mengaku pernah mendatangani sebuah gereja di Malang, dan disitu tercatat Irena Handono sebagai jemaat gereja tersebut. Ia juga pernah mendengar pernyataan seorang tokoh Kristen bahwa Irena adalah biarawati yang sedang disusupkan ke tengah-tengah umat Islam.

Kepada media massa, Imam mengaku siap mempertanggungjawaban apa yang ia ucapkan. Bahkan, jika ada sumpah di atas mubahalah pun, katanya, ia siap melakukan. Namun sayang, omongan Imam tak sesuai dengan kenyataan. Sampai hari pelaksanaan mubahalah, ia tak jelas dimana rimbanya. Dalam jumpa pers pun, dengan alasan keamana, Imam tak mau diambil gambar oleh wartawan.

Dalam Islam, kesaksian Imam sangat lemah, karena tidak berdasarkan saksi-saksi lainnya. Apalagi, ia pun tak bisa menunjukan bukti-bukti primer, seperti foto, rekaman video, dan lain sebagainya. Ironisnya, meski kesaksiannya tak disertai data-data kongkret, ia berani mengumbar berita miring tentang Irena Handono ke depan publik. ”Sebagai orang yang menyebarkan berita tentang kesaksian Imam, sudah seharusnya Diki menghadirkan Imam Safari, bukan begitu saja melepaskannya,” ujar Yudi, kerabat dekat Irena Handono yang hadir dalam mubahalah tersebut.

KH Athian Ali M Dai meminta umat Islam hati-hati dalam menyikapi kasus ini. Karena, bisa jadi ada pihak ketiga yang mengambil keuntungan untuk memperlemah perjuangan umat Islam. Apalagi, Imam sebagai orang yang bertanggungjawab menyebarkan berita miring tentang Irena, sampai saat ini masih ghaib alias tak jelas keberadaannya. (Arta/voa-islam)

http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/07/07/162/siapa-imam-safari/

Minggu, 05 Juli 2009

Prosesi Mubahalah Dihadiri Ribuan Umat



Senin, 06 Juli 2009 pukul 01:40:00
Prosesi Mubahalah Dihadiri Ribuan Umat

REPUBLIKA-BANDUNG -- Perseteruan antara Ustadzah Irena Handono dengan Ketua Advokasi Rehabilitasi Imunisasi Akidah Terpadu Efektif dan Aktual (Arimatea), Diki Chandra akhirnya benar-benar diselesaikan melalui mubahalah . Keduanya mengucap sumpah dan meminta kepada Allah SWT untuk menurunkan azab atau laknat bagi pihak yang bersalah.

Peristiwa langka itu digelar di Masjid al-Fajr Cijagra, kota Bandung, Jawa Barat pada Sabtu (4/7) dan dihadiri ribuan umat Islam. Proses mubahalah yang difasilitasi Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) itu dipimpin KH Athian Ali Muhammad Dai. Mubahalah merupakan perangkat sumpah tertinggi dalam Islam yang dapat dilakukan untuk memperoleh kebenaran.

Prosesi mubahalah itu dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan dibuka dengan pemaparan kronologi perseteruan yang dialami Irena dan Diki oleh Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M Dai. Prosesi mubahalah juga disaksikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Cholil Ridwan.

Perseteruan antara Diki dan Irena bermula dari surat pernyataan seseorang yang bernama Imam Safari. Pada tanggal 13 September 2008, Imam menandatangani sebuah surat pernyataan yang menyatakan telah melihat Irena pada 2007 di sebuah gereja di Singapura, berbusana biarawati dan berkalung salib. Surat pernyataan itu pun dipublikasikan di laman web Arimatea.

Keduanya terlibat perseteruan yang tak kunjung selesai. Pihak bersengketa itu akhirnya memutuskan melakukan mubahalah. . Sebelum mubahalah dimulai, Irena mengatakan membawa serta seluruh keluarganya, termasuk dua cucunya. Sedangkan Diki menyebutkan hanya membawa istri saja.

Dalam sumpahnya, Irena mengatakan dirinya tidak melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan. Jika berdusta, dirinya beserta seluruh keluarga siap dilaknat Allah. Sumpah serupa juga diucapkan Diki. Ia mengaku siap diberi Azab oleh Allah SWT jika terbukti berdusta.

''Saya merasa lega. Tinggal berserah diri kepada Allah SWT saja,'' ujar Irena seusai mengucap sumpah. Sementara itu, Diki mengaku dirinya ber- mubahalah bukan karena telah membuat pernyataan yang menuding Irena menggunakan baju biarawati. Tapi, dirinya bermubahalah karena tidak bisa mendatangkan Imam Safari. ''Semuanya saya serahkan pada Allah,'' tutur Diki.

Ketua MUI, KH Cholil Ridwan, mengatakan, mubahalah merupakan tingkatan sumpah tertinggi dalam Islam. Secara sunnah, mubahalah pernah dilakukan oleh Rasul. "Terus terang baru sekali ini saya menyaksikannya, meski berat, kami berkewajiban memfasilitasinya," tutur Kiai Athian. rfa
(-)
Index Koran
http://republika.co.id/koran/14/60304/Prosesi_I_Mubahalah_I_Dihadiri_Ribuan_Umat

Kronologi Polemik Diki Candra- Irena Handono


Kronologi Polemik Diki Candra- Irena Handono
Ditulis Oleh Administrator
Saturday, 04 July 2009

ALHIKMAHONLINE.COM— Polemik Sekjen Arimatea, Diki Candra dengan Hj. Irena Handono mencuat ke publik sejak awal tahun 2009 lalu. Berikut kronologi kejadian yang dihimpun Alhikmahonline dari berbagai sumber.

Pada tanggal 10 September 2008 sesuai pengakuan Dzulkifli Nur, penanggung jawab Arimatea, bahwa dirinya ketika berada di Wisma Muallaf Bintaro Utama Jaya Sek. 9 Pondok Aren Tanggerang Banten, didatangi oleh seorang tamu bernama Imam Safari yang datang dari Batam.

Imam Safari yang mengaku kenal dekat dengan Diki Candra ini kemudian menginap selama 6 hari di Wisma tersebut. Pada hari kedua, Imam Safari mengemukakan kepada Dzulkifli bahwa saat dirinya diundang oleh gereja di Singapura secara tidak sengaja ia melihat seorang wanita yang diyakini Irena Handono. Ia (Irena Handono_red) berpakaian layaknya biarawati dan mengenakan kalung salib.

Untuk menguatkan keyakinannya, Imam Safari bertanya ke salah satu jemaat di gereja tentang siapa wanita yang dilihatnya tersebut. Sang Jemaat menjawab bahwa wanita itu Irena Handono dari Indonesia.

Di hari ketiga, Imam Safari diperintahkan Diki Candra untuk menghadap 7 pengurus Arimatea yang ada saat itu untuk bersumpah atas apa yang telah ia lihat. Tidak hanya sampai di situ, Imam safari pun diminta untuk menulis surat pernyataannya yang ditandatangani di atas materai.

Menyikapi hal tersebut Diki Candra membentuk tim penyelidikan untuk membuktikan kebenaran tersebut dan meminta untuk merahasiakan kasus ini.

Sayangnya, di akhir Desember 2008 saat penyelidikan Arimatea masih berjalan, kasus tersebut bocor kepada seseorang yang bukan dari kelompok tim investigasi Arimatea, dan bukan pula anggota Arimatea. Kebocoran kasus ini diduga terjadi di Bali.

Arimatea Bali sekitar bulan Januari 2009 mengundang tim Arimatea pusat untuk menjadi pembicara. Dan di saat yang sama Irena Handono juga turut datang mengisi ceramah di Bali. Pada saat ceramah itulah Irena Handono ditanya salah seorang jamaah tentang kebenaran isu yang menyebutkan Irena menghadiri pertemuan gereja di Singapura.

Berita ini terus membesar laksana buliran salju yang menggelinding, hingga akhirnya Irena melaporkan Diki Candra ke Mabes Polri, tanggal 7 April 2009, dengan laporan pengaduan (LP) tindak pidana Fitnah dan pencemaran nama baik.

31 Mei 2009 sekitar jam 20.30 WIB, Irena menyambangi KH. Athian Ali di kediamannya, bilangan Cijagra, Bandung, guna menyampaikan laporannya. Keesokan harinya 1 Juni 2009, giliran Diki Candra menghadap KH. Athian Ali untuk menyampaikan hal serupa.

Dua Minggu kemudian, 11 Juni 2009, Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) yang diketuai KH. Athian Ali, berhasil memfasilitasi pertemuan Irena Handono dengan Diki Candra guna mencari titik temu permasalahan. Dari pertemuan ini kemudian disepakati bahwa Diki Candra menyanggupi permintaan Irena Handono untuk mendatangkan Imam Safari selama seminggu, atau hingga tanggal 18 juni.

Jika dalam rentang waktu yang disepakati Diki Candra berhasil menghadirkan Imam Safari, maka akan diadakan mubahalah antara Irena Handono dengan Imam Safari, sekaligus islah antara Irena Handono dengan Diki Candra.

Setelah seminggu berlalu Diki Candra berhasil menemukan Imam Safari dan mempertemukannya dengan KH. Athian Ali. Maka, pada tanggal 4 Juli 2009, sesuai kesepakatan kedua belah pihak, diadakanlah mubahalah antara Irena Handono dan Imam Safari.

Akan tetapi, Imam Safari kemudian tidak hadir. Akhirnya, Diki Candra lah yang melakukan Mubahalah dengan Irena Handono, dihadapan KH. Athian Ali M. Da’i, Ketua MUI KH Cholil Ridwan, dengan disaksikan ribuan umat Islam di Masjid Cijagra Bandung, hari ini, Sabtu, 4 Juli 2009.

(M. Yasin/alhikmahonline.com)

KH. Cholil Ridwan: Diki Candra Tidak Tsiqah di Mata Saya


KH. Cholil Ridwan: Diki Candra Tidak Tsiqah di Mata Saya
Ditulis Oleh Administrator
Saturday, 04 July 2009

ALHIKMAHONLINE.COM— Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Cholil Ridwan, menilai Diki Candra sebagai orang yang tidak Tsiqah (tidak kuat). Hal ini terungkap saat Jumpa Pers KH. Cholil Ridwan, di Mesjid Al-Fajr, Jl. Cijagra, Bandung, usai prosesi Mubahalah antara Irena Handono dan Diki Candra, Sabtu (4/7).

Beberapa kesaksian mantan pengurus Arimatea di kantor MUI pusat tentang sifat negatif Diki Candra menyebabkan ia (KH Cholil Ridwan) menilai Diki sebagai orang yang tidak Tsiqah (tidak kuat).

KH. Cholil Ridwan mengaku pernah bertemu dengan dengan tokoh kristolog senior bernama Abu Yamin Rohan. Yamin bercerita dihadapan Cholil Ridwan, bahwa ia bertemu dengan pemuda bernama Diki Candra, dan sepakat membuat organisasi semacam tempat pelatihan kristologi yang kemudian diberi nama oleh Yamin, Arimatea. Yamin lantas memerintahkan rekan-rekannya untuk ikut bergabung.

Dua tahun berjalan, tutur Cholil, Yamin sering terganggu dengan kedatangan Diki Candra ke rumahnya yang selalu meminta dana. Yamin kemudian berkesimpulan bahwa Diki tidak jujur. Yamin menyatakan keluar dari Arimatea dan tidak ingin dikaitkan lagi dengan Arimatea. Keluarnya Yamin dari Arimatea disusul oleh rekan-rekannya yang dulu direkrut Yamin untuk bergabung.

Pembicaraan Abu Yamin Rohan ini telah direkam dan ditranskip dalam bentuk teks oleh KH. Cholil Ridwan beserta kesaksian lainnya, seperti dari Hamzah dan Joni Sebastian yang mengatakan Diki Candra pembohong dan jarang shalat. Data ini rencananya akan diberikan kepada KH. Athian Ali.

“Dengan demikian Diki tidak tsiqah di mata saya, kalau dalam periwayatan hadits itu berarti dhaif,” ungkap KH Cholil Ridwan.

Selain itu, tambah Cholil, ia beserta tokoh ulama dan ormas Islam lainnya akan mengeluarkan surat bersama yang menghimbau umat Islam untuk tidak melakukan kontak dengan Arimatea dan Diki Candra, selama proses penyidikan Mabes Polri selesai.

Hal tersebut ditempuh dengan harapan proses penyidikan Mabes Polri tidak terganggu dan tidak ada penyebaran isu yang simpang siur. Penyidikan mabes Polri sendiri dilakukan atas laporan dari Irena Handono terkait dengan kasus pencemaran nama baik. Namun, KH Cholil Ridwan di dalam surat tersebut mengaku tidak akan mengatasnamakan MUI Pusat, melainkan sebagai pimpinan pesantren yang ia pimpin.



(M.Yasin/Alhikmahonline)
http://www.alhikmahonline.com/content/view/365/15/

Imam Safari tak Datang, Mubahalah tetap Jalan


Imam Safari tak Datang, Mubahalah tetap Jalan
Ditulis Oleh Administrator
Saturday, 04 July 2009

ALHIKMAHONLINE.COM— Ketidakhadiran Imam Safari sebagai saksi kunci tak membuat prosesi Mubahalah batal. Bertempat di Masjid Al-Fajr, Cijagra, Bandung, Sabtu (4/7), Mubahalah akhirnya dilangsungkan antara Irena Handono dan Diki Candra.

Suasana tegang mewarnai seisi masjid Al-Fajr, Jl Cijagra, Bandung, saat detik-detik menjelang mubahalah antara Irena Handono dan Diki Candra berlangsung, Sabtu menjelang siang (4/7). Bahkan KH. Athian Ali M. Da’i yang memfasilitasi mubahalah sempat berkata terbata-bata menjelang mubahalah. “Terus terang saya belum pernah mengambil sebuah keputusan dalam waktu yang lama kecuali dalam urusan yang satu ini,” ungkapnya.

KH. Athian melanjutkan,”Saya lama merenung dan mohon petunjuk Allah. Ini tentu merupakan tugas yang sangat berat, karena saya akan melakukan sesuatu yang sangat menentukan, dan saya harus mempertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak di yaumil akhir.”

Selain Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH. Athian Ali M. Da’i dan Sekjen FUUI ustadz Hedi Muhammad sebagai fasilitator, hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH. Cholil Ridwan.

Mubahalah yang sedianya berlangsung antara Irena Handono dengan Imam Safari (saksi mata) ternyata tidak bisa dilaksanakan. Padahal Imam Safari, menurut pengakuan Diki Candra, telah ditemukan dan bersedia bermubahalah.

Diki Candra sendiri mengaku tidak akan menahan dan tidak akan menyuruh Imam Safari untuk hadir dalam mubahalah. Ia beralasan hanya membantu bukan menghadirkan Imam Safari. “Belum termasuk banyaknya manuver Irena bahwa mubahalah akan berlangsung antara Irena dengan Diki,” katanya.

Karena ketidak hadiran Imam Safari sebagai saksi kunci, maka mubahalah berlangsung antara Irena Handono dengan Diki Candra.

Dalam mubahalah tersebut Diki Candra hadir beserta salah seorang Istrinya dan tiga pengurus Arimatea. Mereka duduk di kursi sebelah kiri fasilitator, yang terdiri dari ketua FUUI KH. Athian Ali M. Da’i, beserta Sekjen FUUI, Hedi Muhammad dan Ketua MUI pusat KH. Cholil Ridwan.

Sedangkan pihak Irena Handono hadir beserta suami, tiga anak, dua cucu (yang satu usianya satu bulan) beserta menantunya. Mereka duduk di kursi sebelah kanan fasilitator.

Diki Candra yang mendapat giliran pertama tidak langsung membacakan mubahalah, tapi terlebih dahulu menuturkan alasannya bermubahalah. Ia menyangkal anggapan Irena bahwa Imam Safari tokoh fiktif. Bahkan Diki mengaku tidak paham di Singapura itu benar atau tidak karena dirinya bukan saksi mata. Kontan saja ungkapan Diki disoraki hadirin dan langsung ditegur KH. Athian Ali Karena dinilai mengulur waktu dalam membacakan sumpah.

Karena mendapat teguran, Diki langsung membacakan sumpah yang telah disediakan secara tertulis oleh FUUI. “Wallahi, Apa yang saya beritakan yang bersumber dari kesaksian Imam safari tentang Irena Handono itu benar dan bukan fitnah dari saya. Saya memohon kepada Allah SWT untuk menunjukan bahwa saya yang benar, dengan menimpakan laknat kepada Irena Handono dan keluarganya. Dan jika saya yang tidak benar, maka saya dan keluarga saya siap dilaknat oleh Allah SWT. Amin”.

Irena Handono yang mendapat giliran kemudian, dengan suara yang lebih lantang dan menggebu membacakan sumpah serupa. “Wallahi, apa yang diberitakan Diki candra yang katanya bersumber dari kesaksian Imam Safari itu tidak benar dan fitnah. Saya memohon kepada Allah SWT untuk menunjukan bahwa yang diberitakannya itu tidak benar dengan menimpakan laknatnya kepada Diki Candra dan keluarganya. Dan jika saya tidak benar maka saya dan keluarga saya siap dilaknat Allah SWT.”

Mubahalah ini diakhiri dengan doa KH Cholil Ridwan yang menyentuh, dan iringan gema takbir KH Athian Ali beserta ribuan umat Islam yang hadir.

(M.Yasin/alhikmahonline)
http://www.alhikmahonline.com/content/view/364/15/

Perang Selebaran Jelang Mubahalah

Perang Selebaran Jelang Mubahalah
Ditulis Oleh Administrator
Saturday, 04 July 2009

ALHIKMAHONLINE.COM— Beberapa saat menjelang Mubahalah antara Hj. Irena Handono dan Diki Candra (Sekjen Forum Arimatea) berlangsung di Masjid Al-Fajr, Cijagra, Bandung, Sabtu pagi (4/7), perang selebaran terjadi di antara kedua belah pihak. Ribuan umat Islam hadir dalam perhelatan langka yang difasilitasi Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) Pimpinan KH. Athian Ali M. Da’i ini.



Diki Candra yang datang lebih awal, beserta keluarga dan beberapa rekannya membagi-bagikan dua buah selebaran dari Arimatea. Satu selebaran berisi pernyataan sikap Arimatea menyangkut ajakan mubahalah dari Irena Handono. Arimatea menganggap apapun alasannya, Irena Handono telah melanggar kesepakatan dengan mengundang wartawan pada Rabu 1 Juli 2009 lalu di Semanggi Jakarta Pusat , dan selalu mengalihkan pandangan ajakan Irena itu Mubahalah dengan Diki Candra, bukan dengan Imam Safari.

Selebaran lainnya berisi profil singkat perjalanan Arimatea selama 5 tahun (2003-2008), yang memperlihatkan sinergi Arimate dengan berbagai ormas Islam, antara lain: NU, Muhammadiyah, Dewan Da’wah, Ikhwanul Muslimin, Persis, Wahdah Islamiyyah dan Ormas Islam lain.



Sedangkan di selebaran dari tim Irena Centre tertulis judul tulisan ”Diki Candra Aktor Intelektual Sekaligus Pelaku Fitnah terhadap Hj. Irena Handono”. Tulisan tersebut diakhiri dengan kalimat, ”Hanya pendusta dan kaum munafik yang menolak mubahalah karena mulutnya penuh fitnah dan dusta.”

Dalam mubahalah tersebut Irena Handono hadir beserta suami, tiga anaknya, dua cucu (yang satu usianya satu bulan) beserta menantunya.

Mubahalah sendiri menurut informasi yang berhasil alhikmahonline himpun, berasal dari kata bahlah atau buhlah, yang bermakna kutukan atau melaknat. Mubahalah menurut istilah adalah dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah supaya Allah melaknat dan membinasakan pihak yang batil atau menyalahi pihak kebenaran.

Peristiwa mubahalah pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw terhadap pendeta Kristen dari Najran pada tahun ke-9 Hijriah, sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surat Ali Imron ayat 61.

Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (QS. Ali Imran/ 3:61)

Mubahalah yang pernah diajukan oleh Rasul pada masa itu bukan karena kehabisan kata, tetapi untuk mencari titik puncak penyelesaian semua diskusi. Sebab tidak mungkin Islam mengakui ketuhanan al-Masih yang jelas-jelas manusia biasa dan Rasul Allah sementara kaum kristen Najran yang trinitas itupun tidak mau menerima konsepsi Tauhid Islam dan tetap mempertahankan keberhalaannya. Meskipun dalam hal ini Abu Haritsah bin 'alqamah (satu dari 3 orang pimpinan Najran) sebenarnya mengakui kebenaran Islam dan kenabian Muhammad.

(M.yasin/alhikmahonline)

http://www.alhikmahonline.com/content/view/363/15/

KH Kholil Ridwan Bicara Soal Diki Chandra



KH Kholil Ridwan Bicara Soal Diki Chandra
SABILI Jumat, 03 Juli 2009 14:13

Tidak Menguntungkan Kalau Berhadapan dengan MUI

Permasalahan antara Diki Chandra dari ARIMATEA dengan Hj Irena Handono menyeret-nyeret MUI sebagai lembaga representasi umat. Diki Chandra menganggap MUI membela Irena Handono.

Apa sebenarnya yang terjadi antara MUI dan Diki Chandra?

Bagaimana hubungan MUI dan ARIMATEA secara lembaga?

Berikut petikan wawancara Fiqi Listya dari Sabili dengan KH. Cholil Ridwan salah seorang Ketua MUI yang ditemui setelah acara konferensi pers Irena Handono Rabu, (1/7) di Hotel Crown Semanggi Jakarta.

ARIMATEA dalam hal ini Diki Chandra, menganggap MUI seolah pilih kasih terhadap kasus Diki Chandra dan Irena Handono. Tanggapan Anda?

Waktu itu kan ada acara seminar lokakarya. Acara itu jauh hari sebelum ada kasus Irena dan Diki Chandra mencuat. MUI rencananya memang mau mengundang ibu Irena sebagai narasumber. Kemudian, Arimatea datang ke acara lokakarya.
Jadi MUI berniat mengklarifikasi dulu dengan beberapa orang yang mengatakan informasi miring dengan Diki Chandra bukan ARIMATEA-nya.
Karena kesibukan masing-masing, rupanya tidak sempat. Tahu-tahu Lokakarya sudah harus jalan. Tapi, sebelum acara dimulai, Diki Chandra menyebar selebaran. Tapi kita tidak mempersalahkan.
Ketika ibu Irena akan menyampaikan materinya, beliau (Irena) meminta waktu untuk menjelaskan kasusnya dengan Diki Chandra. Sekali lagi dengan Diki Chandra, bukan dengan ARIMATEA.

Berarti ini masalah Irena Handono dengan ARIMATEA secara lembaga atau Diki Chandra secara pribadi?

Saya kira ini dengan Diki Chandra. Hanya saja Diki Chandra menggunakan nama ARIMATEA. Kop surat yang digunakan untuk surat pernyataan Imam Safari kan kop surat ARIMATEA. Nah saya kok dilibatkan? Seolah-olah saya tidak adil. Kenapa saya tidak tabayun kepada Diki Chandra. Seharusnya kan yang tabayun itu dia dengan Ibu Irena.
Coba Anda bayangkan, MUI sebagai lembaga tertinggi sebagai representasi umat, saya sebagai ketuanya, masa harus tabayun ke dia, kan seharusnya dia datang tabayun, mendengar ada berita tentang Ibu Irena keluar dari gereja dan sebagainya, tidak menulis diblog. Dia datang dong, kalau dia dengar bahwa Ibu Irena dikasih waktu ngomong, dia ya datang ke MUI, minta dikasih ngomong, bilang ‘Ibu Irena dikasih ngomong kok saya tidak’, nah tabayun kan namanya, tidak menyebarkan diblog. Berarti dia kan yang menambah fitnah. Kan tidak menguntungkan dia (Diki Chandra) kalau berhadapan dengan MUI. Kalau dia berada di pihak yang benar, mestinya dia tidak berhadapan dengan MUI. Diki Chandra seharusnya merangkul MUI, ya datanglah, masa saya yang datang ke dia.

Hubungan ARIMATEA dengan MUI sampai saat ini bagaimana?

Tidak ada apa-apa. Itu kan lembaga. Cuma memang Diki Chandra kemarin sengaja tidak kita undang karena ada informasi miring. Kita mau tabayun dulu. Cuma belum sempat tabayun, acara sudah berjalan.

Berarti ini masalah antara Diki Chandra saja, tidak ada hubungannya dengan ARIMATEA?

itu kan nama ARIMATEA yang memberikan bukan Diki Chandra, pendirinya bukan dia. Jadi pendiri ARIMATEA itu Buya Abujamin Roham. Beliau setelah dua tahun Diki Chandra menjadi Sekjen, melihat Diki Chandra tidak beres, akhirnya beliau mengundurkan diri. Banyak yang mengundurkan diri, termasuk pendiri yayasan tersebut. Yang mendirikan bukan Diki Chandra. Paling tidak Diki Chandra hanya salah seorang, tapi tokohnya Buya Abujamin Roham.

http://sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=245:kh-kholil-ridwan-bicara-soal-diki-chandra&catid=83:wawancara&Itemid=200

FUUI Fasilitasi "Mubahallah" Irena Handono - Diki Chandra

Antara - Minggu, Juli 5
Bandung (ANTARA) - Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) memfasilitasi pelaksanaan "Mubahallah" antara Ustadzah Irena Handono dengan Ketua Advokasi Rehabilitasi Imunisasi Aqidah Terpadu Efektif dan Aktual, Diki Chandra, Sabtu.
ADVERTISEMENT

Pelaksanaan cara muhaballah yang dipimpin oleh Ketua FUUI KH Athian Ali Muhammad Dai berlangsung di Mesjid Al-Fazri Jalan Cijagra Kota Bandung.

Mubahallah merupakat perangkat sumpah tertinggi dalam Islam dan pekerjaan dalam syariat Islam yang dapat dilaksanakan untuk memperoleh kebenaran ketika tak satupun bisa membuktikannya.

Momen sumpah terberat yang jarang terjadi itu dilakukan atas permintaan Ny Irena yang merasa difitnah oleh Diki Chandra dan Imam Safari yang melaporkan ustadzah itu memakai pakaian lengkap dengan kalung bersimbol agama yang dianut sebelumnya oleh wanita itu.

Keduanya, Ny Irene dan Diki Chandra mengucapkan sumpah "Demi Allah" untuk meminta laknat Allah SWT bila salah satu dari mereka salah.

Namun, Imam Safari yang dianggap menjadi pelapor kasus itu tidak hadir dalam acara mubahallah itu. Meski demikian Ny Irena tetap menyatakan siap "berhadapan" atau mubahallah dengan Diki.

Hadir pada acara pemutusan hukum secara Islam itu Pengurus MUI dan Ketua Dewan Dakwah Islam KH Khalil Ridwan. Peristiwa langka itu disaksikan sekitar seribu jemaah Mesjid Al-Fajri.

Suasana mubahallah berlangsung sangat khidmat, hening dan menegangkan, Ny Irena didampingi oleh suami, tiga anak dan dua orang cucunya.

Sedangkan Diki Chandra didampingi oleh istri dan pengurus Arimatea, tanpa kehadiran anak. Pria itu membacakan sumpahnya lebih awal. Sebelumnya ia meminta perubahan redaksional sumpah terberat dalam hidupnya itu.

Disusul kemudian oleh sumpah oleh Ny Irena Handoyo yang saat itu mengenakan pakaian berwarna coklat muda dengan suara yang lantang.

Pelaksanaan mubahallah itu dilakukan sekitar satu setengah jam mulai pukul 10.30 WIB berakhir pukul 12.15 WIB. Proses Mubahallah itu diakhiri dengan shalat Dzuhur berjamaah.

"Mubahallah ini merupakan jalan terakhir yang diambil secara Islam untuk menyelesaikan sebuah isu fitnah dimana masing-masing tidak mau mengakui kesalahannya. Ini sumpah terberat namun harus dilakukan untuk menyelamatkan umat," kata KH Athian M Ali Dai.

Ia mengakui peristiwa mubahallah ini merupakan yang pertama kali ditemuinya selama hidupnya. Ia mengaku terpaksa memfasilitasi mubahallah itu demi ketenangan umat dan menyelesaikan kasus yang ada.

"Kami sudah meminta Diki menghadirkan dalam acara Mubahallah ini, namun ternyata tidak ada. Saya tidak yakin Imam Safari itu ada atau tidak ada, semuanya Allah yang maha mengetahui," kata Athian.

Sementara itu Ny Irena seusai proses mubahallah itu, Ny Irena menyatakan lega karena bebannya selama ini sudah diselesaikan melalui mubahallah.

"Sekarang saya lega," kata Ny Irena.

Sementara Diki seusai prosesi itu memilih berdiskusi dengan beberapa pengurus Arematea dan bersama jamaah Masji Al Fajri.

Sementara itu Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia, Kholil Ridwan menyebutkan Mubahallah peristiwa langka yang pernah terjadi di tanah air.

"Jika ada yang berbohong maka yang bersangkutan dan seluruh keluarganya akan mendapat kutukan dari Allah SWT," kata Kholil Ridwan.

Hal itu, kata Kholil untuk meneguhkan pencarian kebenaran yang hakiki. Namun di lain pihak ia mendukung proses hukum yang tengah ditempuh dalam kasus dugaan fitnah dan pembunuhan karakter itu.

"Mubahallah adalah cara sesuai Islam, silakan saja proses hukum dilanjutkan karena itu hak masing-masing pihak," kata Kholil.

Sementara itu, Ketua FUUI, KH Athian berharap peristiwa langka mubahallah ini dilakukan hanya untuk mencari kebenaran hakiki dan hanya dilakukan untuk masalah-masalah berat.

"Terus terang baru sekali ini saya menyaksikannya, meski berat kami berkewajiban memfasilitasi mubahallah ini," kata KH Athian menambahkan.

http://www.news.id.finroll.com/news/81751-____fuui-fasilitasi-

http://www.facebook.com/ext/share.php?sid=117618075515&h=WRzPu&u=-CA4V

Irena Handono : Saya Siap Mubahallah



Irena Handono : Saya Siap Mubahallah
Rabu, 01 Juli 2009 10:27

SABILI
Maraknya pemberitaan yang mengatakan bahwa Irena Handono -mantan biarawati yang kini aktif dalam pembinaan mualaf- terlihat keluar dari gereja di Singapura, berpakaian lengkap bak biarawati, maka digelarlah konferensi pers untuk mengklarifikasi tuduhan tersebut. Acara yang diprakarsai oleh Kafala Komunika ini berlangsung Rabu (1/7) di Maroush Restaurant, Hotel Crown Semanggi Jakarta.

Acara ini dihadiri oleh sejumlah ulama dan perwakilan organisasi dakwah seperti Ketua MUI KH.Cholil Ridwan, Ketua Garda Umat Islam KH. Sulaiman Zachawerus, Tokoh Daarut Tauhid Hj. Ningrum Maurice, Pimpinan Komunitas Cinta Illahi Ust. Kemal Faisal Ferik, Indonesian Comercial Jockey M. Dive Novio, dan ketua Tim Advokasi Irena Handono M. Ichsan, SH serta sejumlah ulama lainnya.

Acara bertajuk “Mengenal Mubahallah sebagai Perangkat Sumpah Tertinggi Dalam Islam, sebuah studi kasus atas fitnah ustadzah Hj. Irena Handono” ini digelar sebagai bentuk upaya penolakan Irena Handono atas fitnah yang menimpa dirinya,

“Selama ini, saya diam saja selama 150 hari”, ujarnya.

Ia juga mengatakan siap bermubahallah kepada pihak-pihak yang memfitnah dirinya. “Ishlah hanya untuk orang-orang mukmin, jika kepada orang fasik kita dituntut untuk bermubahallah, itu kata Allah”, lanjutnya.

Atas saran dari beberapa ulama, ia juga mengajukan tuntutan ke pengadilan atas tuduhan pencemaran nama baik.

Mubahallah tersebut direncanakan akan digelar di Sekretariat Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) di Bandung pada Sabtu, 4 Juli 2009.


Irena Handono merupakan muslimah mantan biarawati yang kini aktif membina para muallaf melalui yayasannya Irena Center. Ia juga aktif menulis buku-buku mengenai upaya kristenisasi dan fitnah-fitnah yang menimpa Islam.

Irena dituduh oleh Diki Chandra, sekretaris jenderal forum ARIMATEA sebagai ‘penyusup’. Tuduhan ini bermula dari pernyataan Imam Safari yang mengaku melihat Irena Handono keluar dari salah satu gereja di Singapura. Tanpa mengklarifikasi masalah ini kepada Irena Handono, Diki Chandra lalu mempublikasikan berita tersebut melalui weblog atas nama Forum ARIMATEA. (Fiqi Listya)

http://sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=236:irena-handono--saya-siap-mubahallah&catid=82:inkit&Itemid=199

Irena Handono Mengajak Diki Candra Mubahalah



ERAMUSLIM
Rabu, 01/07/2009 15:20 WIB

Konflik antara Diki Candra dari lembaga Arimatea dengan Irena Handono sepertinya tak lagi bisa dibendung. Setelah kemarin kubu Diki melangsungkan konfrensi pers, hari ini (Rabu 1/7) kubu Irena yang mengundang wartawan untuk menyampaikan klarifikasi sekaligus penegasan soal langkah Irena untuk mengajak kubu Diki melakukan mubahalah.

Mubahalah, menurut KH Khalil Ridwan yang turut hadir di acara ini, merupakan salah satu sunnah Rasulullah saw. ketika dua pihak yang berseteru ingin menentukan siapa yang benar. Dan masing-masing pihak menyertakan keluarga mereka untuk siap mendapat murka Allah berupa adzabNya jika ternyata berada di pihak yang salah. “Ini pernah dilakukan Rasulullah terhadap dua orang nashara dari Najran yang merasa bahwa Rasul salah dalam soal agama. Ternyata, dua orang Najran itu mengundurkan diri karena takut,” jelas Ustadz Khalil yang juga salah seorang ketua Majelis Ulama Indonesia.

Dari pihak Diki, seperti yang tergambar dalam rekaman video yang diputar di acara Irena ini, ajakan mubahalah ini siap untuk ia ikuti.

Sedianya, mubahalah akan dilangsungkan pada tanggal 4 Juli mendatang di salah satu masjid di Bandung. Siap sebagai pengarah acara mubahalah ini adalah Ustadz Athian Ali yang sudah dikonfirmasi oleh pihak Irena Handono.

Kronologi konflik antara Diki Candra dengan Irena Handono yang keduanya sama-sama bergerak dalam lembaga kristologi dengan istitusi yang berbeda bermula dari surat pernyataan seseorang yang bernama Imam Safari. Pada tanggal 13 September 2008, Imam menandatangani sebuah surat pernyataan yang menyatakan bahwa ia melihat Irena Handono keluar dari sebuah gereja di Singapura dan mengenakan busana layaknya seorang biarawati. Dan surat pernyataan ini pun dipublikasi di website Arimatea.

Sejak itu, berbagai pihak termasuk salah seorang pengurus Majelis Ulama Indonesia melakukan konfirmasi kepada Irena. Apa benar Irena murtad? Bahkan, tuduhan tidak sekedar itu, malah berkembang menjadi intrik-intrik. Bahwa, Irena dituduh sebagai penyusup dan mempunyai sebuah misi untuk sengaja dimasukkan ke dalam kelompok Islam oleh pihak-pihak tertentu.

Akibat isu ini, beberapa mualaf yang memang sangat gandrung dengan ceramah-ceramah Irena Handono mulai mengalami goncangan. Bahkan, dua orang remaja yang baru masuk Islam, karena menemukan isu ini, dilaporkan kembali ke agama lama mereka alias murtad. “Akibat isu ini, saya dapat kabar bahwa dua remaja kembali ke agama lama mereka,” ujar Irena dengan nada miris.

Setelah seratus lima puluh hari pihak Irena diam terhadap tuduhan dan isu ini, akhirnya pada Mei lalu, tim pengacara Irena mengadukan Diki Candra selaku Sekjen Lembaga Arimatea dan seseorang yang bernama Imam Safari ke pihak polisi atas tuduhan pencemaran nama baik.

Sebelumnya, beberapa pihak dari lembaga dakwah Islam juga melakukan tabayun dan ishlah terhadap kedua belah pihak. Sayangnya, upaya ini mengalami jalan buntu. Atas nasihat dari beberapa ustadz, di antaranya KH Khalil Ridwan dan Athian Ali, akhirnya jalan mubahalah ini diambil.

Beberapa tokoh hadir di acara konferensi pers oleh pihak Irena Handono untuk memberikan kesaksian tentang pribadi Irena yang tidak mungkin seperti yang dituduhkan oleh isu tersebut. Di antara mereka Ningrum Maurice dari Daarut Tauhid, Nurdiyati Akma dari Muslimah Peduli Umat, Ratna Zuhry dari Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam, Kemal Faisal Ferik dari Komunitas Cinta Ilahi, dan KH Sulaiman Zachawerus dari Garda Umat Islam. mnh

foto: islamdigest.net
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/irena-handono-mengajak-diki-candra-mubahalah.htm

Kamis, 02 Juli 2009

Ulama Dukung Mubahalah Selesaikan Kasus Irena


Kamis, 02 Juli 2009 pukul 01:30:00
Ulama Dukung Mubahalah Selesaikan Kasus Irena

JAKARTA-- Perseteruan antara Sekjen Forum Arimatea, Diki Candra, dan Hj Irena Handono--keduanya pegiat kristologi yang bergulir sejak lama dan tak kunjung selesai, akan diselesaikan lewat mubahalah pada Sabtu (4/7) di Kota Bandung. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah ormas Islam mendukung Irena untuk melakukan mubahalah , guna menyelesaikan perseteruan yang dialaminya dengan Diki.

Konflik antara Diki dan Irena bermula dari surat pernyataan seseorang yang bernama Imam Safari. Pada tanggal 13 September 2008, Imam menandatangani sebuah surat pernyataan yang menyatakan telah melihat Irena pada 2007 di sebuah gereja di Singapura, berbusana biarawati dan berkalung salib. Surat pernyataan itu pun dipublikasikan di laman web Arimatea.

Sejak dipublikasikannya surat itu, sejumlah pihak termasuk pengurus MUI melakukan konfirmasi kepada Irena. Sebagian umat Islam mempertanyakan kebenaran surat yang dimuat di lawan http: forum-arimatea.blogspot.com itu. Bahkan, kemudian muncul tudingan Irena sebagai penyusup. Irena pun tak terima dengan tuduhan tersebut.Untuk membuktikan siapa yang benar, baik Irena dan Diki siap untuk melakukan mubahalah . Menurut Ketua MUI, KH Cholil Ridwan, mubahalah berasal dari kata bahlah atau buhlah yang bermakna kutukan atau melaknat.

'' Mubahalah menurut istilah adalah dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah SWT, supaya Allah SWT melaknat dan membinasakan pihak yang bathil,'' tutur Kiai Cholil. Kiai Cholil menuturkan, mubahalah merupakan salah satu sunah Rasulullah SAW, ketika dua pihak yang berseteru ingin menentukan siapa yang benar. Menurut Kiai Cholil, mubahalah pernah dilakukan Rasulullah SAW terhadap dua orang nashara dari Najran yang merasa bahwa Rasul salah dalam soal agama. ''Ternyata, dua orang Najran itu mengundurkan diri karena takut,'' papar Kiai Cholil. Ajakan Irena untuk ber- mubahalah telah diterima pihak Diki.

''Diki juga akan melakukan ini bersama saya di Bandung pada 4 Juli 2009 ini. Saya juga mengajak Imam Safari untuk melakukan mubahalah . Kalau memang ia benar dan berani, seharusnya mereka (Diki dan Imam--Red) tidak takut melakukan mubahalah ,'' tutur Irena yang menjadi mualaf beberapa tahun lalu.

Irena menilai surat yang dipublikasikan di situs arimatea itu sebagai fitnah. ''Bagaimana mungkin, saya tidak pernah ke Singapura,'' papar Irena sembari memperlihatkan paspornya. Menurut Kiai Cholil, mubahalah perlu dilakukan apabila tidak lagi terdapat titik temu antara pihak yang berseteru, karena keduanya merasa yakin dan benar. osa


(-)
Index Koran

http://republika.co.id/koran/14/59722/Ulama_Dukung_I_Mubahalah_I_Selesaikan_Kasus_Irena

Hj Irena Handono Setelah 150 hari diam atas Fitnah FORUM ARIMATEA(FA)




Hj Irena Handono Setelah 150 hari diam atas Fitnah FORUM ARIMATEA(FA)
01 Juli 2009 jam 19:37

http://www.facebook.com/photo.php?pid=30238211&id=1156683597&saved#/note.php?note_id=215234515520&id=719693362&ref=share

Hari ini tanggal 1 juli 2009 jam 10.30 am saya menghadiri Press Conference yang diselenggarakan oleh Kafala Komunika, di Moroush Cafe Crown Hotel, Jakarta.

Sangat ter-iris mendengar kronologis yang dipaparkan dengan slide atas Fitnah dan Teror terhadap ibu Hj Irena Handono

Kasus Fitnah yang digelar dalam press conference ini adalah Fitnah terhadap Hj Irena Handono oleh Diki Candra (Sekjen Arimatea).
Berawal dengan adanya pengakuan seseorang yang bernama Imam Safari:menyatakan telah melihat Hj Irena Handono berpakaian biarawati,berkalung salib dan mengenakan asessoris pakaian biarawati katolik disebuah gereja di Singapura pada tahun 2007.

Tertanggal 13 September 2008 Pernyataan tersebut dituangkan dalam bentuk surat oleh Imam Safari yang juga ditandatangani oleh ; Diki Candra (Sekjen);Khairul Ghozi,Nasrul Soeoed,Djoko Hardjanto,Dzulkifli Nur dan Jefrfy.
Tanggal 21 Feb 2009,Diki Candra memposting satu artikel berjudul Laporan Hasil Investigasi terhadap Irena Handono di weblog (FA)http://forum-arimatea.blogspot.com.

Fitnah terus berkembang dan bahkan,bahkan saya menghubungi langsung pd sdr Diki Candra agar mengklarifikasi dahulu kepada Ibu Hj Irena Handono, dijawab karena dalam tahap investigasi dan penyelidikan justru tidak ditanyakan pada ybs.(maksudnya pd Hj Irena Handono).

Siapakah Imam Safari ? dan Siapakah Diki Candra yang begitu bernafsu nya menyebarkan fitnah atas diri ibu Hj Irena Handono tanpa mengklarifikasi terlebih dahulu ternyata hal ini bukan hal pertama yang srd Diki Candra lakukan (ada beberapa bukti dan kesaksian al.oleh KH Cholil Ridwan yang hadir dalam press conference hari ini )

Setelah 150 hari atas fitnah terhadap ibu Hj Irena Handono, maka saat nya ibu Hj Irena menjawab dan Melakukan MUBAHALAH yang di fasilitasi oleh Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) bapak Athian Ali Muhammad akan diselenggarakan pada
Hari/tanggal : Sabtu 4 Juli 2009
Jam : 10.30 - dzuhur
tempat : Masjid Al Fajr , Jalan Situsari VI/no2,Cijagra Buah Batu Bandung.

Saya menghimbau kepada teman-teman semua melalui FB ini untuk dapat hadir ,melihat dan mendengar langsung MUBAHALAH antara Hj Irena Handono dan Sdr. Diki Candra.

SISTEM MUBAHALAH DILAKUKAN APABILA TIDAK LAGI TERDAPAT TITIK TEMU ANTARA PIHAK KEBENARAN DENGAN PIHAK YANG BATIL , SEMENTARA PIHAK YANG BATIL INI MASIH BERSIKERAS MENYEBARKAN PEMAHAMANYA YANG BATIL ITU DITENGAH UMAT ISLAM YANG HAQ.

Untuk Informasi lebih lanjut Hub : Ibu Eka Shanty (Fasilitator dari Kafala Komunika ~ Hp 081513480888)


Terimakasih,
Vitri