Senin, 25 Mei 2009

Irena vs Arimatea, Sudahlah

Irena vs Arimatea, Sudahlah
Sabili, No.23 Th.XVI 4 Juni 2009
http://sabili.co.id/index.php/200905261783/Liputan/Irena-vs-Arimatea-Sudahlah.htm


Sebagai umat Islam, seharusnya Diki Candra melakukan tabayyun. Untuk itu, saya tantang Diki Candra bermubahalah.

Oleh Abidah Wafaa.
Siang itu 7 Mei 2009, pukul 13.30 WIB, Hj Irena Handono beserta tim pengacaranya keluar dari ruang Bareskrim Polri. Dia dan tim pengacaranya yang diketuai Moh Ikhsan, melaporkan perbuatan mencemarkan nama baik, menebar kebencian, dan perbuatan memfitnah atas dirinya yang dilakukan oleh Sekjen Arimatea Diki Candra, Ketua Umum Arimatea Habib Muhsin Ahmad Alatas, dan seseorang yang bernama Imam Safari.

Melalui surat kepada Dewan Pembina Arimatea Pusat, tertanggal 17 Februari 2009, Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas menyebutkan Imam Safari memergoki Irena Handono berpakaian biarawati dan memakai kalung salib dalam pertemuan tertutup di sebuah gereja di Singapura. Surat dalam bentuk fotocopy itu, ternyata beredar luas di masyarakat.

Upaya hukum yang ditempuh Hj Irena Handono pun terpaksa dilakukan. Semula, Irena tak ingin menanggapi fitnah, pencemaran nama baik, upaya penyebaran kebencian, dan pembunuhan karakter ini. Namun karena banyaknya umat yang terusik–bahkan terguncang sehingga menimbulkan kegelisahan, pro dan kontra–maka langkah hukum terpaksa ditempuh agar tidak memecah-belah dan mengadu domba umat Islam.

“Sebenarnya saya ingin mendiamkan masalah ini. Karena suatu saat akan terlihat yang hak dan batil. Namun karena melihat kegelisahan umat, di antaranya dari Pacitan, Jayapura, Australia, dan banyak lagi yang menanyakan tuduhan itu, terpaksa saya menempuh jalur hukum,” terang Irena. Menurut pengakuannya, Irena tak mengenal Imam Safari, seseorang yang melakukan tuduhan pada dirinya.

Tapi, Irena sangat menyesalkan tindakan Diki Candra yang telah menyebarkan tuduhan dan fitnah ke berbagai pihak. Akibatnya, terjadilah keresahan di kalangan umat. “Saya sangat menyesalkan. Sebagai sesama Muslim, mengapa Diki Candra sebelumnya tidak melakukan tabayyun sesuai tatanan hukum Islam,” lanjutnya.

Ketika Diki Candra dikonfirmasi masalah ini, ia tak berada di tempat. Menurut pengakuan istrinya, Diki sedang melakukan safari dakwah di Australia hingga 26 Mei.

Akhirnya, Sabili pun diberi nomor handphone Diki di Australia. Sayangnya, hingga naskah ini diturunkan, nomor tersebut tidak dapat dihubungi. Akhirnya, Sabili pun melakukan konfirmasi ke Arimatea. Melalui telepon, Sabili mewawancarai seorang yang mengaku sebagai penanggung jawab Wisma Muallaf Arimatea, Amar Din. Ia mengaku, baru sepuluh hari mendapat amanah sebagai penanggung jawab Wisma Muallaf itu. Tapi dari pengakuannya, ia juga mengetahui jika Diki Candra telah dilaporkan ke kepolisian.

Amar Din mengaku, dirinya mengetahui hal itu setelah diberitahu Pak Khairul, salah satu pengurus Arimatea. Ia menanggapi hal ini, sebagai hal yang biasa saja. “Saya diberitahu hal ini, agar tak takut jika sewaktu-waktu didatangi polisi. Tapi, saya tidak boleh mengekspos ke luar persoalan ini. Saya juga tidak tahu, apakah Arimatea akan menggugat balik atau tidak,” jelasnya.

Ketika Sabili melakukan penelusuran kasus ini. Tiba-tiba Sabili memperoleh kesaksian dari seorang muallaf dan pengurus yang pernah bergabung dengan Arimatea. Sumber Sabili ini menceritakan bahwa ia tidak pernah melihat Diki Candra, baik selama di rumah maupun di sekretariat Arimatea melakukan shalat wajib atau shalat Jumat.

“Diki Candra adalah orang munafik. Ketika di rumah atau di sekretariat Arimatea, saya tidak pernah melihat Diki Candra menjalankan ibadah shalat wajib. Apalagi shalat berjamaah di rumah, masjid, atau shalat Jumat,” tegasnya melalui surat kesaksian bermaterai.

Kepada Sabili, Habib Muhsin Ahmad Alatas sebagai Ketua Umum Arimatea mengaku jika ia mengetahui bahwa Diki Candra dilaporkan ke aparat kepolisian. “Awalnya saya tak percaya begitu saja bahwa Irena Handono memakai kalung salib dan baju biarawati. Untuk itu, saya menantang Imam Safari untuk melakukan kesaksian di atas materai,” aku Habib.

Sayangnya, lanjut Habib, mengapa sampai bocor ke publik sebelum ada tabayyun tentang masalah ini. Ia sendiri tak mengetahui siapa yang membocorkan masalah ini pada publik. “Awalnya, kita hanya menyampaikan kesaksian Imam Safari secara internal. Tapi kenapa hal ini bisa bocor ke publik? Saya juga tak mengetahui siapa yang membocorkannya? Saya pun terpaksa menyampaikan hal ini pada Anda, karena sudah bocor,” terangnya.

Habib Muhsin juga menjelaskan bahwa Gus Imam Safari adalah kader Islam liberal dari kalangan NU. Ia sangat akrab dengan orang-orang Kristen, liberal dan sekuler. Gaya hidupnya juga sangat glamour. Bahkan, Habib menuturkan jika Imam sering keluar masuk Singapura bersama Ketua Umum PDS Ruyandi Hutasoit. “Saya pernah bertemu dengan dia,” tegasnya.

Soal laporan Irena ke kepolisian, Habib mengaku siap jika dirinya dilaporkan ke kepolisian. Namun ia berharap, hal ini bisa diselesaikan dengan negosiasi. “Saya berharap ada negosiasi, tapi jika dtindaklanjuti secara hukum, kita siap menghadapi,” ujarnya. Sementara itu, meski Irena telah menempuh jalur hukum, ia mengaku tak menutup kemungkinan untuk melakukan mubahalah. “Sebagai warga negara yang baik, saya melaporkan hal ini ke kepolisian. Tapi upaya ini tak berhenti di sini saja. Saya menantang Diki Candra untuk bermubahalah atas penghinaan, fitnah dan pencemaran nama baik yang dituduhkan pada saya,” tandasnya.

Ketua MUI KH Kholil Ridwan mengaku telah mendengar kasus ini. Tentang siapa yang benar? MUI tak dapat menilainya. “MUI pernah mengundang Irena Handono, namun saya tidak dapat menilai siapa yang benar dalam kasus ini,” ujarnya di kantor MUI Jl Proklamasi, Jakarta Pusat. Karenanya, MUI pun tak bisa berbuat apa-apa, karena kasus ini telah diajukan ke kepolisian.

Meski begitu, ia menyarankan, lebih baik jika kedua pihak melakukan mubahalah (kesaksian kebenaran). Dalam mubahalah, kesaksiannya ditujukan pada Allah SWT. Karenanya, jika bohong ia akan menanggung akibatnya.

Bagaimana? Apakah Diki dan Irena siap bermubahalah? Kita tunggu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar