Senin, 25 Mei 2009

Irena vs Arimatea, Sudahlah

Irena vs Arimatea, Sudahlah
Sabili, No.23 Th.XVI 4 Juni 2009
http://sabili.co.id/index.php/200905261783/Liputan/Irena-vs-Arimatea-Sudahlah.htm


Sebagai umat Islam, seharusnya Diki Candra melakukan tabayyun. Untuk itu, saya tantang Diki Candra bermubahalah.

Oleh Abidah Wafaa.
Siang itu 7 Mei 2009, pukul 13.30 WIB, Hj Irena Handono beserta tim pengacaranya keluar dari ruang Bareskrim Polri. Dia dan tim pengacaranya yang diketuai Moh Ikhsan, melaporkan perbuatan mencemarkan nama baik, menebar kebencian, dan perbuatan memfitnah atas dirinya yang dilakukan oleh Sekjen Arimatea Diki Candra, Ketua Umum Arimatea Habib Muhsin Ahmad Alatas, dan seseorang yang bernama Imam Safari.

Melalui surat kepada Dewan Pembina Arimatea Pusat, tertanggal 17 Februari 2009, Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas menyebutkan Imam Safari memergoki Irena Handono berpakaian biarawati dan memakai kalung salib dalam pertemuan tertutup di sebuah gereja di Singapura. Surat dalam bentuk fotocopy itu, ternyata beredar luas di masyarakat.

Upaya hukum yang ditempuh Hj Irena Handono pun terpaksa dilakukan. Semula, Irena tak ingin menanggapi fitnah, pencemaran nama baik, upaya penyebaran kebencian, dan pembunuhan karakter ini. Namun karena banyaknya umat yang terusik–bahkan terguncang sehingga menimbulkan kegelisahan, pro dan kontra–maka langkah hukum terpaksa ditempuh agar tidak memecah-belah dan mengadu domba umat Islam.

“Sebenarnya saya ingin mendiamkan masalah ini. Karena suatu saat akan terlihat yang hak dan batil. Namun karena melihat kegelisahan umat, di antaranya dari Pacitan, Jayapura, Australia, dan banyak lagi yang menanyakan tuduhan itu, terpaksa saya menempuh jalur hukum,” terang Irena. Menurut pengakuannya, Irena tak mengenal Imam Safari, seseorang yang melakukan tuduhan pada dirinya.

Tapi, Irena sangat menyesalkan tindakan Diki Candra yang telah menyebarkan tuduhan dan fitnah ke berbagai pihak. Akibatnya, terjadilah keresahan di kalangan umat. “Saya sangat menyesalkan. Sebagai sesama Muslim, mengapa Diki Candra sebelumnya tidak melakukan tabayyun sesuai tatanan hukum Islam,” lanjutnya.

Ketika Diki Candra dikonfirmasi masalah ini, ia tak berada di tempat. Menurut pengakuan istrinya, Diki sedang melakukan safari dakwah di Australia hingga 26 Mei.

Akhirnya, Sabili pun diberi nomor handphone Diki di Australia. Sayangnya, hingga naskah ini diturunkan, nomor tersebut tidak dapat dihubungi. Akhirnya, Sabili pun melakukan konfirmasi ke Arimatea. Melalui telepon, Sabili mewawancarai seorang yang mengaku sebagai penanggung jawab Wisma Muallaf Arimatea, Amar Din. Ia mengaku, baru sepuluh hari mendapat amanah sebagai penanggung jawab Wisma Muallaf itu. Tapi dari pengakuannya, ia juga mengetahui jika Diki Candra telah dilaporkan ke kepolisian.

Amar Din mengaku, dirinya mengetahui hal itu setelah diberitahu Pak Khairul, salah satu pengurus Arimatea. Ia menanggapi hal ini, sebagai hal yang biasa saja. “Saya diberitahu hal ini, agar tak takut jika sewaktu-waktu didatangi polisi. Tapi, saya tidak boleh mengekspos ke luar persoalan ini. Saya juga tidak tahu, apakah Arimatea akan menggugat balik atau tidak,” jelasnya.

Ketika Sabili melakukan penelusuran kasus ini. Tiba-tiba Sabili memperoleh kesaksian dari seorang muallaf dan pengurus yang pernah bergabung dengan Arimatea. Sumber Sabili ini menceritakan bahwa ia tidak pernah melihat Diki Candra, baik selama di rumah maupun di sekretariat Arimatea melakukan shalat wajib atau shalat Jumat.

“Diki Candra adalah orang munafik. Ketika di rumah atau di sekretariat Arimatea, saya tidak pernah melihat Diki Candra menjalankan ibadah shalat wajib. Apalagi shalat berjamaah di rumah, masjid, atau shalat Jumat,” tegasnya melalui surat kesaksian bermaterai.

Kepada Sabili, Habib Muhsin Ahmad Alatas sebagai Ketua Umum Arimatea mengaku jika ia mengetahui bahwa Diki Candra dilaporkan ke aparat kepolisian. “Awalnya saya tak percaya begitu saja bahwa Irena Handono memakai kalung salib dan baju biarawati. Untuk itu, saya menantang Imam Safari untuk melakukan kesaksian di atas materai,” aku Habib.

Sayangnya, lanjut Habib, mengapa sampai bocor ke publik sebelum ada tabayyun tentang masalah ini. Ia sendiri tak mengetahui siapa yang membocorkan masalah ini pada publik. “Awalnya, kita hanya menyampaikan kesaksian Imam Safari secara internal. Tapi kenapa hal ini bisa bocor ke publik? Saya juga tak mengetahui siapa yang membocorkannya? Saya pun terpaksa menyampaikan hal ini pada Anda, karena sudah bocor,” terangnya.

Habib Muhsin juga menjelaskan bahwa Gus Imam Safari adalah kader Islam liberal dari kalangan NU. Ia sangat akrab dengan orang-orang Kristen, liberal dan sekuler. Gaya hidupnya juga sangat glamour. Bahkan, Habib menuturkan jika Imam sering keluar masuk Singapura bersama Ketua Umum PDS Ruyandi Hutasoit. “Saya pernah bertemu dengan dia,” tegasnya.

Soal laporan Irena ke kepolisian, Habib mengaku siap jika dirinya dilaporkan ke kepolisian. Namun ia berharap, hal ini bisa diselesaikan dengan negosiasi. “Saya berharap ada negosiasi, tapi jika dtindaklanjuti secara hukum, kita siap menghadapi,” ujarnya. Sementara itu, meski Irena telah menempuh jalur hukum, ia mengaku tak menutup kemungkinan untuk melakukan mubahalah. “Sebagai warga negara yang baik, saya melaporkan hal ini ke kepolisian. Tapi upaya ini tak berhenti di sini saja. Saya menantang Diki Candra untuk bermubahalah atas penghinaan, fitnah dan pencemaran nama baik yang dituduhkan pada saya,” tandasnya.

Ketua MUI KH Kholil Ridwan mengaku telah mendengar kasus ini. Tentang siapa yang benar? MUI tak dapat menilainya. “MUI pernah mengundang Irena Handono, namun saya tidak dapat menilai siapa yang benar dalam kasus ini,” ujarnya di kantor MUI Jl Proklamasi, Jakarta Pusat. Karenanya, MUI pun tak bisa berbuat apa-apa, karena kasus ini telah diajukan ke kepolisian.

Meski begitu, ia menyarankan, lebih baik jika kedua pihak melakukan mubahalah (kesaksian kebenaran). Dalam mubahalah, kesaksiannya ditujukan pada Allah SWT. Karenanya, jika bohong ia akan menanggung akibatnya.

Bagaimana? Apakah Diki dan Irena siap bermubahalah? Kita tunggu saja.

Irena Handono Laporkan Diki Candra Cs ke Mabes Polri

Irena Handono Laporkan Diki Candra Cs ke Mabes Polri
Tabloid Suara Islam edisi 67, tanggal 15 Mei-5Juni 2009M
http://suara-islam.com/index.php/Nasional/Irena-Handono-Laporkan-Diki-Candra-Cs-ke-Mabes-Polri.html


Irena Handono didampingi Tim Pembela hukumnya mengajukan laporan pengaduan (LP) tindak pidana Fitnah yang dilakukan oleh Diki Candra Cs. Di rencanakan Irena bersama pengacaranya akan melapor ke mabes Polri siang nanti (7/4) Pukul 13.00 WIB.

Diki akan di tuntut dengan beberapa pasal tentang Menista dan Mencemarkan nama baik, sebagaimana dikualifisir melanggar Pasal 310 Ayat (1), Ayat (2) KUHP Jo. Pasal 311 KUHP Jo. Pasal 335 KUHP Jo. Pasal 55 KUHP Jo. Pasal 27 Ayat (3), Pasal 28 Ayat (2) UU No.11 Tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik. Tindakan-tindakan fitnah ini patut diduga dilakukan bersama-sama secara sistematis oleh Imam Safari, Diki Candra, Nasrul S, Djoko Hardjanto, Khairul G, Dzulkifli M, Jeffry dan Habib Muchsin Ahmad Alatas dari lembaga ARIMATEA.Fitnah tersebut di buat dengan kalimat, "Bahwa saya telah melihat Ustazah Irene Handono di suatu gereja di Singapura dengan berpakaian biarawati dan mengenakan kalung salib serta asesoris pakaian biarawati Katholik. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa dia adalah ibu Irene Handono" dalam surat pernyataan Imam Safari tertanggal 13 September 2008 yang dipersaksikan dan ditanda-tangani oleh enam orang dari Arimatea, yakni: Diki Candra, Nasrul S, Djoko Hardjanto, Khairul G, Dzulkifli M, Jeffry.Menurut Irene, Perbuatan-perbuatan fitnah tersebut berakibat merusak kepercayaan dan menghancurkan, reputasi dan nama baik.

Tindakan ini juga bertendensi mengadu domba dan memfitnah para aktifis dan tokoh Islam lainnya sehingga berpotensi memecah belah ukhuwah Islam yang sangat merugikan umat Islam. Tindakan ini mirip tindakan Snouch Hurgronje yang menyusup dan mengkhianati masyarakat Islam Aceh di zaman penjajahan Belanda dulu. (mj/www.suara-islam.com)

Jumat, 08 Mei 2009

IRENA HANDONO POLISIKAN DIKI CANDRA

Hj.Irena Handono didampingi ketua Tim Pembela Irena Handono, Muhammad Ihsan, SH.

IRENA HANDONO POLISIKAN DIKI CANDRA

Hajjah Irena Handono melaporkan Diki Candra, Habib Muhsin Ahmad Alatas dan Imam Safari ke Mabes Polri karena memfitnah dan mencemarkan nama baik.

Pada hari ini, Kamis 7 Mei 2009, Hajjah Irena Handono dan tim pengacaranya mendatangi Mabes Polri untuk melaporkan perbuatan mencemarkan nama baik, menebar kebencian dan perbuatan memfitnah atas dirinya yang dilakukan oleh Diki Candra, Sekjen Lembaga Arimatea, Habib Muhsin Ahmad Alatas, Ketua Umum Lembaga Arimatea dan seseorang yang bernama Imam Safari.

Melalui surat kepada Dewan Pembina Arimatea Pusat, tertanggal 17 Februari 2009, Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas menyebutkan Imam Safari memergoki Irene Handono berpakaian biarawati dan memakai kalung salib dalam pertemuan tertutup di sebuah gereja di Singapura. Surat itu dalam bentuk fotocopy, ternyata beredar luas di masyarakat.

Surat yang mengandung fitnah, pencemaran nama baik serta penyebaran kebencian juga diedarkan melalui situs internet http://forum-arimatea.blogspot.com/. Penyebaran melalui situs internet tersebut patut diduga telah melanggar pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU RI No.11 tahun 2008.

Selebaran itu melampirkan surat pernyataan Imam Safari yang ditandatangani diatas segel Rp.6000 dan dibuat di depan enam orang tim Arimatea. Enam orang Tim Arimatea itu juga menandatangani sebagai saksi yang mendengarkan pernyataan Imam Safari tersebut.

Surat yang ditandatangani oleh Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas itu menambah fitnah, pencemaran nama baik serta penyebaran kebencian dengan menyatakan kesaksian panitia penjemput acara Tabligh di Jakarta melihat Irene menggunakan kalung salib di balik baju rumahan yang tidak sengaja tersingkap. Juga kesaksian jemaah lain yang melihat dibalik baju Irene ada salib.

Diki Candra dan Habib Muhsin Ahmad Alatas menyatakan bahwa Irene itu adalah seorang penyusup maka jangan dimanfaatkan untuk berdakwah.

Semula Hajjah Irena Handono tidak ingin menaggapi fitnah, pencemaran nama baik serta upaya penyebaran kebencian dan pembunuhan karakter, namun karena banyaknya ummat yang terusik dan bahkan terguncang sehingga menimbulkan kegelisahan, pro dan kontra, maka langkah hukum secara fomal akhirnya terpaksa ditempuh agar tidak memecah-belah dan mengadu domba umat Islam.

Hajjah Irena Handono menyatakan, dahulu dia menggapai hidayah Islam dengan difitnah dan dicaci maki. Dan sekarang yang paling menyakitkan, fitnah itu dilontarkan oleh orang yang mengaku beragama Islam.

”Dengan sangat prihatin saya mempertimbangkan antara manfaat dan mudharatnya, maka langkah hukum ini harus saya tempuh untuk menyatakan yang benar adalah benar dan yang bathil adalah bathil,” kata Hajjah Irena Handono.


Bekasi, 6 Mei 2009
Humas Irena Center


Sally Setianingsih


*Informasi lebih lanjut menghubungi Humas Irena Center,
Sally Setianingsih (085888282418). Kantor Irena Center – 02188855562.

Menyingkap Fitnah & Penyusupan ke dalam Umat Islam

Penjelasan Tambahan
Bismillahirrahmanirahim.

Menyingkap Fitnah & Penyusupan ke dalam Umat Islam

Pada hari ini Kamis, 7 Mei 2009 Saya, Hajjah Irena Handono dengan didampingi Tim Pembela Irena Handono mengajukan laporan pengaduan (LP) tindak pidana Fitnah, Menista dan Mencemarkan nama baik terhadap sebagaimana dikualifisir melanggar Pasal 310 Ayat (1), Ayat (2) KUHP Jo. Pasal 311 KUHP Jo. Pasal 335 KUHP Jo. Pasal 55 KUHP Jo. Pasal 27 Ayat (3), Pasal 28 Ayat (2) UU No.11 Tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik. Tindakan-tindakan fitnah ini patut diduga dilakukan bersama-sama secara sistematis oleh Imam Safari, Diki Candra, Nasrul S, Djoko Hardjanto, Khairul G, Dzulkifli M, Jeffry dan Habib Muchsin Ahmad Alatas dari lembaga ARIMATEA.

Fitnah, Menista dan mencemarkan nama baik tersebut ada dalam kalimat, "Bahwa saya telah melihat Ustazah Irene Handono di suatu gereja di Singapura dengan berpakaian biarawati dan mengenakan kalung salib serta asesoris pakaian biarawati Katholik. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa dia adalah ibu Irene Handono" dalam surat pernyataan Imam Safari tertanggal 13 September 2008 yang dipersaksikan dan ditanda-tangani oleh enam orang dari Arimatea, yakni: Diki Candra, Nasrul S, Djoko Hardjanto, Khairul G, Dzulkifli M, Jeffry.

Selanjutnya surat pernyataan ini dengan sengaja disebarluaskan dengan menambah fitnah, nista, pencemaran nama baik lainnya dalam ”Surat Hasil Investigasi Terhadap Irene Handono”, tertanggal 17 Februari 2009 oleh Arimatea. Fitnah tambahan ini termaktub jelas dalam kalimat surat tsb sbb:

”Pada tgl 13 Februari 2009, kita mendapat informasi bahwa ada seorang Ustadz telah mendapat laporan dari dua orang jamaah yang berbeda, yang melihat bahwa ;
• Kesaksian pertama; Ybs adalah panitia acara taklim, yang bertugas sebagai penjemput Irene. Disaat kedatangan ke rumahnya, ybs melihat Irene menggunakan kalung salib dibalik baju rumahan yang dikenakan Irene, yang tidak sengaja tersingkap. Saat dijemput tsb kondisi Irene belum siap, sehingga masih menggunakan baju rumahan.
• Kesaksian dari yang lain; Dalam sebuah pertemuan/acara, ybs melihat dibalik baju Irene terlihat ada salib
Semua keterangan fitnah ini disebar-luaskan secara tertulis melalui selebaran, sms dan internet kepada masyarakat luas oleh pihak Arimatea yang diketuai oleh Habib Muhsin Ahmad Alatas dan Diki Candra. Rilis fitnah ini secara terbuka dimuat dalam situs internet Arimatea (http://forum-arimatea.blogspot.com/ dan http://forum-arimatea.blogspot.com/2009/02/hasil-investigasi-terhadap-irene.html)

Perbuatan-perbuatan fitnah tersebut berakibat merusak kepercayaan dan menghancurkan, reputasi dan nama baik saya sebagai ustazah. Semua tindakan fitnah ini menyebabkan kegelisahan dan kegalauan umat serta jamaah saya di seluruh penjuru Indonesia dan di luar negeri. Tindakan ini juga bertendensi mengadu domba dan memfitnah para aktifis dan tokoh Islam lainnya sehingga berpotensi memecah belah ukhuwah Islam yang sangat merugikan umat Islam. Tindakan ini mirip tindakan Snouch Hurgronje yang menyusup dan mengkhianati masyarakat Islam Aceh di zaman penjajahan Belanda dulu.

Demi Allah, saya tidak pernah melakukan hal-hal seperti apa yang dituduhkan oleh oknum-oknum Arimatea dan jaringannya. Saudara-saudari kaum muslimin dan muslimat serta khalayak luas dapat mencari tahu tentang saya kepada para aktifis Islam yang pernah kenal dengan saya, majelis-majelis yang pernah saya hadiri atau menyimpulkan sendiri dari buku saya, ”MENYINGKAP FITNAH & TEROR” dan ”ISLAM DIHUJAT”. Insya Allah, Allah Yang Maha Kuasa akan memberikan hidayah kepada saudara dan saudari untuk mengungkap siapa sebenarnya yang ”Snouch Hurgronje” dalam masalah ini.

Semula saya tidak ingin menanggapi fitnah, pencemaran nama baik serta upaya penyebaran kebencian dan pembunuhan karakter tersebut. Selama ini tindakan-tindakan fitnah, cacimaki dan teror yang tidak henti-hentinya saya hadapi semenjak saya menjadi Muslimah pada tahun 1983. Semua itu lebih banyak saya hadapi dengan sabar dan menyerahkan sepenuhnya kepada balasan Allah Yang Maha Adil. Namun karena banyaknya desakan umat dan tokoh Islam yang terusik bahkan terguncang oleh berita fitnah tersebut, maka dengan terpaksa saya menempuh langkah hukum formal ini.

Saya hanya dapat berdo’a, semoga Allah menerangi jiwa dan memberikan hidayahNya kepada para penegak hukum, tokoh & aktifis muslim dan masyarakat luas untuk dapat melihat dan mengungkap dengan jelas siapa sebenarnya ”Snouch Hurgronje”nya. Saya sangat yakin bahwa Allah akan mengabulkan do’a orang-orang yang dizalimi (QS.2:186).
InsyaAllah!

(Hj.Irena Handono)

KRONOLOGIS PERISTIWA

KRONOLOGIS PERISTIWA
Fitnah Diki Candra atas Irena Handono

November 2008, MUI Bali melalui Ustad Hasan Basri yang disampaikan kepada Bpk.Didiet, menyampaikan keinginan untuk mengundang Hajjah Irena Handono sebagai penceramah dalam Tabligh Akbar di Bali. Kemudian Bpk. Didiet menghubungi Manajemen Hajjah Irena Handono untuk mengagendakan waktu kegiatan yang ditetapkan tanggal 9 dan 10 Januari 2009.

Desember 2008, Diki Candra datang ke Bali bertemu dengan Ustad Hasan Basri dirumahnya yang disaksikan oleh Bpk. Didiet. Diki Candra menunjukkan Surat Pernyataan yang dibuat oleh Imam Safari tentang Irena Handono melalui Laptopnya.
Isi Surat Pernyataan:
Imam Safari Menyaksikan Irena Handono keluar dari Gereja di Singapore memakai pakaian Biarawati dan Salib.

Ustad Hasan Basri dan Bpk. Didiet bertanya kepada Diki Candra: “Apa sudah tabayyun dengan Ibu Irena Handono supaya tidak menjadi fitnah?”

Jawaban Diki Candra: “Jangan Tabayyun, kita khan orang pergerakan, jadi harus main sedikit inteligen. Kasus Irena Handono tidak bisa diselesaikan dengan tabayyun tapi Irena Handono harus diinvestigasi!”

9 Januari 2009, Hajjah Irena Handono datang ke Bali dengan didampingi suami dan anaknya. Dijemput oleh panitia Bali dan Bpk Didiet, siang tersebut Hajjah Irena Handono berjumpa dengan Ustad Hasan Basri untuk makan siang sekaligus klarifikasi (tabayyun) mengenai fitnah yang beredar.
Siang, setelah makan siang, Hajjah Irena Handono berceramah di Masjid An-Nuur.
Malam, berceramah di rumah Ketua PITI Bali, Bpk Wahyuda Gowantara.
Ketika sesi tanya jawab, ada peserta yang bertanya: “Umi saya mendengar berita bahwa ada yang melihat umi keluar dari gereja di Singapore dengan memakai pakaian Biarawati dan bersalib. Bagaimana Umi membuktikan kepada kami bahwa Umi bukan penyusup?”
Hajjah Irena Handono menjawab: “Kalau saya harus membuktikan…! Baiklah saya mengajak MUBAHALLAH kepada Diki Candra yang menyampaikan berita dan Imam Safari yang membuat Pernyataan. Silahkan sampaikan kepada yang bersangkutan. Bahwa saya datang bersama Suami dan anak-anak dan kami menginap! Silahkan besok datang bersama istri-istri dan anak-anak! Kita bermubahallah disaksikan MUI dan diliput Pers.”
Februari 2009, Menyebar surat ke berbagai penjuru tanah air, melalui internet dan foto copy dengan Kop Surat Arimatea tertanggal 17 Februari 2009, yang ditujukan kepada Dewan Pembina Arimatea Pusat. (lihat lampiran:1)
**(Komentar: Surat yang ditujukan kepada Dewan Pembina Arimatea juga dibagi-bagikan ke khalayak ramai. Apa maksudnya?)
21 Februari 2009, Hajjah Irena Handono menerima copy surat tersebut dari jamaah yang hadir pada tanggal 21 Februari 2009 sebagai peserta di Pengajian Arimatea di Wisma Muallaf, Bintaro Sektor 9. Fotocopy surat tersebut didapatkan langsung dari Diki Candra yang juga dibagikan ke seluruh jamaah.
17 Maret 2009, Hajjah Irena Handono menerima copy surat tersebut dari Guru Agama SMAN 86 Jakarta, setelah tanggal 16 Maret 2009 memberikan ceramah di Masjid Jami’ Bintaro Jaya untuk siswa-siswi dan staf SMAN 86 Jakarta.
Diki Candra menyebarkan surat tersebut melalui internet (http://forum-arimatea.blogspot.com/2009/02/hasil-investigasi-terhadap-irene.html) yang dilengkapi kolom komentar sehingga mengundang banyak komentar (lihat lampiran:2).

Namun seluruh komentar yang berjumlah 53 komentar pro dan kontra tersebut dihapus setelah lebih banyak bernada mendukung Hajjah Irena Handono. Sehingga hanya bersisa surat yang berisikan fitnah terhadap Hajjah Irena Handono.

Fitnah lewat SMS juga beredar dimasyarakat Umum (lihat lampiran:3)

21 Maret 2009, Diki Candra atas nama Forum Arimatea menampilkan berita di internet (http://forum-arimatea.blogspot.com/2009/04/5-tahun-diam-kini-saatnya-bicara-bag2.html) lihat lampiran:4.
Juga lihat selanjutnya lampiran:5 yang berisi fitnah. Dalam tulisan ini bukan saja Hajjah Irena Handono yang dipersoalkan tetapi juga Ketua MUI Pusat KH. Cholil Ridwan, Ustad Insan LS Mokoginta, Bpk. Mowo Purwito R (Muhammad Yusuf Muttaqien) serta menyebut nama lembaga lain yakni DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia), MMI (Majlis Mujahidin Indonesia).
April 2009, Hajjah Irena Handono mendapatkan kiriman foto copy data tentang Diki Candra dan Arimatea (lihat lampiran:6) juga fotocopy tulisan yang berjudul MAKLUMAT ARIMATEA I s/d V. (lihat lampiran:7)