Rabu, 15 Juli 2009

Pengakuan Imam Safari Dalam Bentuk VCD



(voa-islam.com) - Selasa, 14 Jul 2009
Sekilas sebagai gambaran kepada pembaca voa-islam.com, sosok yang mengaku sebagai Imam Safari ini menyatakan dirinya berasal dari Betawi, berlatar belakang Nahdhatul Ulama (NU), berbicara dengan logat betawi, dan mengenakan sarung dan baju koko pada jumpa pers.Imam mengatakan, di kalangan Kristen ia dikenal sebagai aktivis lintas agama, sehingga ia sangat dekat dengan pimpinan Partai Damai Sejahtera (PDS) Ruyandi Hutasoit Bahkan, ia mengaku pernah menjadi jurkam untuk PDS.

Dalam kesempatan keterangan pers, dan dalam pengakuan yang direkam dalam VCD ini, Imam Safari tak menunjukkan bukti-bukti kongkret, seperti foto, rekaman video dan sebagainya, dengan alasan pertemuannya dengan Irena di Singapura adalah by accident alias tidak sengaja.

Sebelumnya, Diki Candra (Sekjen Arimatea) membawa seorang yang diperkenalkan dan mengaku sebagai Imam Safari, di hadapan pers. Kenapa kami sebut “mengaku sebagai Imam Safari”, karena dalam jumpa pers tersebut, orang yang mengaku bernama Imam Safari tidak menunjukkan identitas dirinya, dengan alasan identitas diri Imam Safari sudah ada di Arimatea dan sudah diperlihatkan di hadapan Habib Rizieq Syihab.

Berikut ini pengakuan Imam Safari, orang yang mengaku melihat Ustadzah Irena Handono di sebuah gereja di Singapura pada 2008 (seperti tertera dalam surat pernyataanya).VCD rekaman pengakuan ini (tanpa diperlihatkan gambar Imam Safari, hanya suara saja) direkam di suatu tempat, dan disaksikan beberapa orang yang terlihat dalam VCD tersebut.

Redaksi voa-islam.com mentranskip pernyataan ini dengan sedikit perubahan susunan kata-kata agar lebih mudah dimengerti pembaca, tanpa merubah substansi dari isi pernyataan Imam Safari.
Berikut transkip pernyataanya:
“Saya waktu itu belum saling mengenal dengan beliau (Irena Handono, red). Kita punya misi sendiri. Namun saat itu, kehebohan yang melanda umat Islam, sudah terperdaya, tertipu, terutama kaum perempuan (dengan keberadaan Irena Handono, red). Sampai akhirnya terjadilah pertemuan yang tak terduga di Singapura. Saya bikin paspor di sana, di Kepulauan Riau, KTP pun di sana, sehingga kalau saya nyebrang dari Batam, kan saya nggak kena fiskal. Saya diundang, kebetulan saya masuk sudah lama di jajaran fungsionaris Kristen, khususnya di Partai Damai Sejahtera, pimpinan Pak Ruyandi Hutasoit. Saya sangat dekat dengan dia. Sampai saya kenal dengan pemimpin-pemimpin (Kristen, red) seperti Nathan Setiabudi, Paul Wijaya dan sebagainya.

Bahkan saya pernah diundang KKR di Jember dan di Probolinggo, yaitu pengobatan massal ala dia (Kristen), namun orang Islam boleh berobat. Ketika baik (sembuh, red), mereka diwawancarai. Tapi wawancaranya itu tidak di-on, tapi di-off. Mereka disetting di atas panggung, sebut nama Tuhan, haleluya. Nanti rekaman mereka ini perjualbelikan di kalangan Nasrani. Sehingga mereka pada bilang, oh banyak umat Islam yang sudah menyebut nama Yesus.

Waktu di Singapura itu saya diundang oleh namanya Mr X (ada kesepakatan antara Pers dengan Imam untuk tidak menyebut nama pendeta yang mengundangnya ke Singapura). Beliau adalah seorang donatur kuat yang membidangi segala yang ada di Indonesia, terutama Pondok Kasih yang ada di Surabaya. Kebetulan oleh yang punya Pondok Kasih ini, saya dianggap anak mereka. Saya masuk lingkungan gereja itu leluasa, saya masuk gereja Bethani, saya masuk gereja yang orang khusus aja yang bisa masuk. Saya juga masuk gereja Gospel yaitu gereja yang khusus pertemuan pengusaha-pengusaha yang menghimpun dana. Mereka menganggap saya Islam yang ke-kristen-kristenan. Saya pelajari Injil, saya pelajari Injil bahasa Arab, saya pelajari Injil bahasa Syiria, milik Maroko dan sebagainya. Ini menjadi senjata saya, untuk sehingga mereka tidak mengetahui keberadaan saya ini apa.

Namun pertemuan yang rupanya Allah ridhai di Singapura itu saya tidak duga. Saya diundang oleh oleh Mr X, saya dijemput, kemudian dibawa ke rumah Ibu Ningsih, ibu Ningsih ini orang Balikpapan yang punya suami orang Singapura. Hari Jumat saya masuk di Singapura, kemudian dipertemukan dengan pendeta-pendeta. Kemudian saya diajak oleh mereka ke suatu tempat. Saya bawa Injil. Di Singapura itu gerejanya berbentuk ruko, tidak seperti di kita. Sehingga saya kira, oh ini bukan gereja, tapi di dalam tetap ada salibnya. Kemudian saya tanya, ini apa mister? Dia jawab ini tempat perjamuan kudus. Oh, berarti ini gereja, kan!.

Begitu saya masuk, ada perempuan besar tinggi dengan pakaian ala biarawati. Begitu ada satu orang yang nyamperin perempuan ini dicolek, lalu nggak disengaja nengoknya ke kita (Imam Safari, red). (Di rekaman VCD pengakuan ini, Diki Candra menyela, kalimat besar tinggi itu jangan sampai imejnya seolah-oleh lebih tinggi. Bilang saja seorang perempuan). Begitu dia nengok, saya kaget, lho ini Irena, oh ini Irena. Karena wajahnya langsung. Karena mata saya masih bagus. (Menurut pengakuan Imam Safari, ia pernah menyampaikan kesaksian ini di hadapan Habib Rizieq Syihab, pimpinan Front Pembela Islam. Dalam pertemuan itu, Habib Rizieq mengajukan berbagai pertanyaan yang intinya, apakah ketika itu Imam dalam keadaan sadar, tidak terganggu penglihatannya, dan sebagainya. Bahkan Habib Rizieq minta Imam Safari mempertimbangkan pernyataan ini, mengingat isu ini sangat sensitif di hadapan umat, red).

Segala macam pertanyaan Habib Rizieq, saya bilang tidak bib, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, dengan keyakinan saya karena Allah. Dan nggak mungkin saya bicara begini (memberikan pernyataan, red) untuk mencari sensasi, capek. Capek dan nggak menghasilkan apa-apa. Saya bilang ke Mr X, siapa itu? Dia bilang itu Ibu Irena. Saya kaget, kok di Singapura dia menggunakan nama Irena. Mungkin anggapan mereka, hanya segelintir orang di Singapura yang tahu soal Irena di Indonesia.

Saya tanya, “Mister, bukannya dia seorang Muslimah?” Kemudian saya ditarik. Artinya saya ditarik sama beliau menjauh, itu sudahlah tidak usah ada pembicaraan, ini di gereja. Ya sudah kita ikut ibadah, nyanyi-nyanyi. Kemudian ceramah, khutbah (Irena Handono, red). Hanya disayangkan saya tidak punya rekaman. Karena apa? karena di Singapura tidak boleh bawa ini (rekaman, red). Jangankan itu, handphone aja harus dititipkan. Ini kan juga tidak terduga, karena kita tidak tahu akan ketemu dia.

Itu terjadi 2008. Saya masuk (Singapura) 28 Februari, keluar tanggal 1 Maret, sekitar tiga hari di sana. Cuma, jangan salah persepsi, oh saya melihat ibu Irena tahun 2007. Ini saya hanya mengaburkan dulu, saya hanya ingin membikin jebakan saja. Kenapa? Orang macam begini (Irena, red) alibinya sangat kuat. Di Singapura, siapapun yang bersalah akan dilindungi, lain di negara kita. Setelah itu saya telepon beliau (Diki Candra, red). Kemudian saya berangkat ke Jakarta, dan bertemu (Diki Candra, red)

Sebelumnya saya belum ngomong soal Irena, tapi beliau (Diki) sedikit mengupas. Dia (Diki) bilang, “iya nih kita lagi mengupas tentang Irena nih.” Kemudian saya buka, dan saya tandatangani di atas materai 6000. Kemudian Habib Rizieq bilang, cabut (pernyataan itu, red). Saya bilang buat apa saya cabut. Saya itu demi Allah, demi Rasulullah, saya siap masuk penjara. Yang terpenting akidah umat Islam terbuka, mengetahui siapa dia (Irena Handono, red). Ini yang terjadi.

Satu contoh, Luthfia Sungkar pernah ceramah di Merak (Banten). Dia (Luthfia) berkata di depan jamaah ibu-ibu, “Ibu-ibu ini sekarang banyak yang ikut-ikutan, ketika ada biarawati jadi ustadzah-ustadzah hebat, ibu-ibu manggil, akhirnya ustadzah yang dari kecil ditinggalin.” Emang hebatnya dimana sih? Kalau ada mualaf masuk Islam tidak diekspos. Tapi ada biarawati masuk, tiba-tiba ngasih ceramah, dieskspos. (Kalau) Saya tidak begitu, saya telusuri dulu, sejauh mana kebenaran dia masuk Islam.

Intinya, saya bertemu di Singapura. Saya beri pernyataan, ustadz tolong jangan diekspose dulu atau dibocorkan, karena investigasi masih berjalan. Nah, ketika beliau (Diki Candra, red) di Australia, saya mulai mendapat teror. Entah dari mana ada yang dapat nomor XL saya. Beliau (Diki Candra) kan tahunya nomor XL saya. Sampai tiap malam teror itu datang dengan bahasa yang macam-macam, sampai akhirnya kartu saya diblokir, hangus.

Saya juga mengkhawatirkan kebocoran ini, karena penyusupan saya akan selesai. Padahal masih ada satu arsip lagi yang saya harus dapatkan untuk saya serahkan ke Ustadz Diki. Ini saya juga minta sama kawan-kawan yang dengar cerita saya apa adanya, mau disumpah muhabalah (Imam menyebut mubahalah dengan muhabalah, red), sumpah dengan bahasa apa kek, mau sumpah pocong kek, sumpah kijang, saya akan laksanain. Namun, kata Habib Rizieq, nanti dulu melakukan sumpah muhabalahnya.

Tetapi kemudian ada keterangan bahwa mereka ingin ishlah. Baik, kata Habib Rizieq, kalau saya jadi Irena, arimatea minta maaf kepada saya, dan saya minta cabut pernyataan Imam. Apakah Imam mau? Saya katakan, saya tidak mau. Kenapa? Karena mata saya melihat dia hadir di Singapura. Buat apa saya mencabut kalau akhirnya umat Islam terperdaya sekian lama. Bukan berarti saya berani-beranian, tidak. Boleh Habib Rizieq mempunyai laskar FPI yang begitu berani, namun toh akhirnya ketuanya masuk penjara. (tertawa).

Ini yang saya lakukan. Memang ada sedikit kekhawatiran dengan peristiwa bocornya ini. Kenapa? Saya khawatir petinggi-petinggi dewan gereja yang sudah sangat saya akrabi, mengetahui. Bahkan saya punya kaset dimana saya bicara, saya khutbah di gereja.
Saya hadir di tempat-tempat natal. Saya hanya ingin membongkar. Apa yang ustadz Diki bongkar dalam kajian-kajian tentang salibis, itu juga saya lakukan. Mungkin ke profesionalan Ustadz Diki luar biasa, kalau saya tidak profesional. Karena saya bergerak menurut hati nurani, menurut keinginan kita membongkar ini semua keadaan.

Saya harus mendapatkan arsip ini. Ketika saya masuk, saya menginap di kantor DPP Partai Damai Sejahtera, saya mendapatkan di ruangnya Ruyandi Hutasoit, saya mendapatkan 10 butir rahasia intelijen-intelijen mereka, bahkan Ruyandi Hutasoit pernah bicara di NTT, Kupang, tepatnya di daerah Manggarai, di hadapan-hadapan biarawati yang sudah lulus. Dia bicara begini, ”jadilah kalian biarawati-biarawati yang lebih terkenal dari biarawati yang sudah terkenal di Indonesia.” Ini acara Oikumene, Ruyandi kan Protestan. Mereka berkumpul. Kemudian saya nalar, siapa yang dimaksud Ruyandi Hutasoit saat itu? Siapa lagi kalau biarawati yang saat ini terkenal di Indonesia.

10 butir-butir yang menjadi misi rahasia mereka, disitu ada bahasa mendirikan media-media center, bagi orang-orang yang sudah dilepas oleh pihak Kristen untuk masuk ke dalam Islam, lalu mereka mendirikan media, seperti Irena kan mendirikan Irena Center. Dengan maksud menghantam perempuan, karena kalangan perempuan kan lemah sekali. Irena Center ini mendoktrin perempuan-perempuan muda kaum Muslimin dengan agama-agama tersebut. Di situ memang tidak disebutkan agama Islam. Jadi doktrin mereka begitu.

Bahkan ada satu kawan yang memiliki bukti yang valid, yang akan saya beberkan. Namun saat ini belum, kita masih terus mengikuti, jangan sampai kita terpancing, jangan sampai bocor.

Jadi ketetapan saya menulis pernyataan di materai 6000 tidak akan saya cabut.” (art/voa-islam.com).
http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/07/14/283/pengakuan-imam-safari-dalam-bentuk-vcd/

3 komentar:

  1. Bismillahirrohmanirrohim. sabar yaa bu, ini ujian dari Allah untuk meningkatkan derajat Ibu Irena. Semoga Allah menunjukkan yg hak itu hak dan yg batil itu batil Amin.
    Saya lbh percaya kepada ibu daripada si imam yg pengecut.
    http://mygodisone.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Saya berharap bisa mendapatkan CD tentang riwayat ibu Hj. Irene sebelum menjadi muallaf. karena itu merupakan cambukan bagi umat muslim yg dari kecil islam. tapi utk menjalankan ajarannya ogah-ogahan. KTP islam tapi kelakuan kafir malu dong sama yang muallaf. terimakasih...

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum bu Irene, semoga ibu tabah menghadapi cobaan yg dibuat oleh tangan manusia ini. Allah akan selalu membantu bu Irene menghadapi cobaan.. Saya akan kirim doa untuk ibu Irene juga... Komunitas Forum Agama Islam di www.Webgaul.com akan selalu mendukungmu bu..Tabah ya bu..

    Wassalamualaikum, jazzakallahu khoir..

    BalasHapus